JAKARTA, Exposenews.id – Anggota Komisi A DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PSI, William Aditya Sarana, mendorong Pemprov DKI memberikan insentif menarik bagi warga yang memilih transportasi umum di luar jam sibuk. Ia menilai, langkah ini jauh lebih efektif ketimbang sekadar mewajibkan karyawan swasta menggunakan transportasi umum setiap Rabu, seperti kebijakan yang sudah berlaku untuk ASN.
“Pemerintah harus menyiapkan insentif, kalau tidak ada, program ini tidak akan maksimal. Menurut saya, lebih baik berikan reward bagi warga yang naik bus atau MRT di luar jam padat,” tegas William dalam Diskusi Publik 100 Hari Gubernur Jakarta di Jakarta Pusat, Sabtu (14/6/2025).
Ia menjelaskan, saat ini transportasi umum sudah penuh sesak di pagi hari meski tanpa insentif. Namun, justru di siang hari, armada seperti Transjakarta atau KRL sering sepi, sehingga kurang efisien. “Kalau ada insentif, orang bisa menggeser jadwal perjalanannya. Alhasil, kemacetan berkurang karena beban transportasi merata sepanjang hari,” ujarnya.
William pun mengajak Jakarta meniru kesuksesan program Travel Smart Rewards di Singapura. Di sana, pemerintah memberikan poin kepada penumpang yang bepergian di luar jam sibuk. Mereka bisa menukarkan poin tersebut dengan uang tunai, voucher belanja, atau hadiah undian. “Kita bisa adaptasi model ini lewat aplikasi JAKI. Tinggal scan, dapat poin, dan bisa diklaim—praktis banget!” tambahnya.
Swasta Bisa Ikut, Tapi Perlu Stimulus
Wacana mewajibkan karyawan swasta menggunakan transportasi umum setiap Rabu sebelumnya diungkap Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung. Meski masih dikaji, ia optimis kebijakan ini bisa mendorong perubahan budaya mobilitas di Jabodetabek.
“Apakah sudah saatnya swasta juga ikut pakai transportasi umum setiap Rabu? Saya sedang pelajari lebih dalam,” kata Pramono saat kunjungan kerja di Muara Angke, Jakarta Utara, Kamis (12/6/2025).
Ia menegaskan, tujuan utama kebijakan ini adalah mengurangi ketergantungan masyarakat pada kendaraan pribadi. Kabar baiknya, sejumlah perusahaan swasta sudah menyatakan ketertarikan untuk berpartisipasi. “Ini langkah positif untuk shifting dari kendaraan pribadi ke transportasi umum. Mari kita dukung bersama,” ujarnya.
Sebagai catatan, Pemprov DKI telah lebih dulu mewajibkan ASN menggunakan transportasi umum setiap Rabu lewat Instruksi Gubernur Nomor 6 Tahun 2024. Aturan yang ditandatangani Pramono pada 23 April 2025 itu mewajibkan ASN memilih moda seperti Transjakarta, MRT, LRT, KRL, bus reguler, atau kendaraan antar-jemput kantor.
Namun, ada pengecualian bagi ASN dengan kondisi khusus, seperti sedang sakit, hamil, penyandang disabilitas, atau petugas lapangan yang mobilitasnya tinggi.
Kenapa Insentif Lebih Menarik?
William berargumen, insentif berbasis reward lewat JAKI bisa memicu partisipasi sukarela tanpa paksaan. “Logikanya sederhana: kalau ada keuntungan, orang pasti mau ikut. Daripada dipaksa, lebih baik diberi motivasi,” paparnya.
Selain itu, sistem ini dinilai lebih adil karena memberi kesempatan sama bagi semua kalangan, termasuk pekerja freelance atau ibu rumah tangga yang bepergian di luar jam sibuk. “Ini win-win solution: pemerintah bisa mengurangi kemacetan, warga dapat benefit,” tandasnya.
baca juga: Prabowo Ambil Alih Penyelesaian Sengketa 4 Pulau Aceh-Sumut, Simak Detailnya!
Tantangan dan Peluang
Meski terdengar ideal, implementasi program ini perlu dukungan teknologi dan anggaran. Misalnya, integrasi data JAKI dengan sistem pembayaran transportasi serta alokasi dana untuk insentif. Namun, William yakin Pemprov DKI mampu menjalankannya.
“Singapura saja bisa, masa Jakarta tidak? Apalagi JAKI sudah user-friendly. Tinggal tambah fitur rewards-nya,” pungkasnya.
Sementara itu, masyarakat menyambut positif usulan ini. “Kalau ada diskon atau cashback, saya pasti pindah jam berangkat kerja,” ujar Rina, seorang karyawan swasta di Kuningan.
Dengan demikian, insentif transportasi umum bisa menjadi terobosan baru mengurai kemacetan—tidak hanya dengan aturan, tapi juga give and benefit yang menguntungkan semua pihak.