Kronologi Pembongkaran Grup WA Penyuka Sesama Jenis oleh Polda Jatim, Anggotanya Capai 11.000 Orang

SURABAYA, Exposnews.id – Polda Jawa Timur sukses mengungkap kasus grup media sosial yang memfasilitasi pertemuan penyuka sesama jenis di wilayah Tuban, Lamongan, dan Bojonegoro. Dalam operasi ini, polisi berhasil meringkus empat tersangka, yakni MI (21), NZ (24), FS (44) asal Surabaya, dan S (66) dari Jombang.

Mahasiswa Jadi Admin Grup WhatsApp
MI, seorang mahasiswa, ternyata berperan sebagai admin grup WhatsApp bernama Info VID. Sementara itu, NZ, FS, dan S aktif berpartisipasi dengan mengunggah konten dan berkomentar di dalam grup tersebut.

Awal Mula Terbentuknya Grup
Menurut Kombes Pol Jules Abraham Abast, Kabid Humas Polda Jatim, MI pertama kali mengetahui keberadaan grup gay di Tuban, Lamongan, dan Bojonegoro pada Januari 2025. Grup ini digunakan sebagai wadah untuk mencari pasangan sesama jenis.

“Awalnya, tersangka MI mengomentari postingan di grup Facebook Gay Tuban, Bojonegoro, Lamongan untuk mencari pasangan,” jelas Jules, Jumat (13/6/2025).

Tak berhenti di situ, MI kemudian membagikan tautan grup WhatsApp Info VID yang ia buat ke dalam grup Facebook tersebut. Tujuannya jelas: menarik lebih banyak anggota.

“MI bertindak sebagai admin, sementara NZ, FS, dan S bergabung sebagai anggota aktif,” tambah Jules.

Anggota Grup Mencapai Ratusan Orang
Hingga saat ini, MI berhasil menggaet sekitar 300 orang penyuka sesama jenis untuk bergabung di grup WhatsApp-nya. Yang lebih mengejutkan, grup Facebook tempat mereka berinteraksi memiliki anggota fantastis, mencapai 11.400 orang! Diduga, anggota grup ini tidak hanya berasal dari Jawa Timur, tapi juga dari luar daerah.

baca juga: Jokowi Santai Tanggapi Isu Kapal Berinisial “JKW”: ini detailnya!

Polisi menyita sejumlah barang bukti, termasuk akun Facebook seperti @akbar.688133 dan @belidiadan, serta beberapa ponsel yang digunakan dalam aktivitas tersebut.

Jerat Hukum Mengancam
Keempat tersangka dijerat dengan Pasal 45 ayat (1) juncto Pasal 27 ayat (1) UU No. 11 Tahun 2008 tentang ITE, yang telah diubah melalui UU No. 1 Tahun 2024. Selain itu, mereka juga terancam Pasal 29 jo Pasal 4 ayat (1) UU No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, serta pasal perlindungan anak.

Hukuman yang menanti mereka cukup berat: pidana penjara maksimal 6 tahun dan/atau denda hingga Rp 1 miliar. Bahkan, mereka juga bisa dihukum penjara 6 bulan sampai 12 tahun atau denda Rp 250 juta hingga Rp 6 miliar.

Analisis Kasus dari Sisi Hukum dan Sosial

Kasus ini menimbulkan pro-kontra di masyarakat. Di satu sisi, polisi bertindak berdasarkan hukum yang berlaku. Namun, di sisi lain, kelompok aktivis hak LGBTQ+ menilai tindakan ini sebagai bentuk kriminalisasi terhadap orientasi seksual minoritas.

Pakar Hukum: Pelanggaran ITE dan Pornografi
Menurut pengamat hukum, penggunaan grup WhatsApp dan Facebook untuk aktivitas yang melanggar UU ITE dan UU Pornografi jelas bisa dikenai sanksi. Apalagi jika ada konten eksplisit atau upaya memengaruhi anak di bawah umur.

Respons Masyarakat
Beberapa netizen mendukung langkah polisi, sementara yang lain mengkritiknya sebagai bentuk diskriminasi. “Ini bukan tentang orientasi seksual, tapi tentang pelanggaran hukum,” tulis salah satu warganet.

Apa Langkah Selanjutnya?

Polda Jatim masih mendalami kasus ini untuk memastikan apakah ada unsur eksploitasi atau perdagangan manusia. Mereka juga bekerja sama dengan Kemenkominfo untuk memantau grup-grup serupa di platform digital.

Pesan untuk Masyarakat
Polisi mengimbau masyarakat agar lebih bijak menggunakan media sosial. “Jangan sampai terjerat hukum hanya karena aktivitas di grup online,” pesan Jules.

Kesimpulan

Kasus ini menjadi pengingat bahwa kebebasan berekspresi di dunia digital tetap memiliki batasan hukum. Sementara itu, perdebatan tentang hak-hak LGBTQ+ di Indonesia masih terus bergulir.

Dengan pengungkapan ini, Polda Jatim berharap bisa mengurangi penyalahgunaan media sosial untuk aktivitas ilegal. Namun, apakah langkah ini akan berdampak luas? Hanya waktu yang bisa menjawab.

Exit mobile version