BORONG, Exposenews.id – Di usia yang seharusnya diisi dengan canda dan bermain, Mariahati Fania Triselni (11) justru menjalani hidup penuh perjuangan. Bocah kelas enam SD ini menjadi satu-satunya harapan bagi kakek dan neneknya yang sakit-sakitan di Desa Rana Gapang, Kecamatan Elar, Kabupaten Manggarai Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT). Dengan tekad kuat, ia merawat keduanya di rumah sederhana berdinding bambu di Kampung Weong, tanpa mengeluh.
Empat Tahun Mengabdi dengan Cinta
Selama empat tahun terakhir, Fania—sapaan akrabnya—harus berjuang sendirian. Neneknya, Teresia Pia (99), sudah tidak bisa berdiri atau berjalan akibat usia lanjut dan penyakit. Sementara kakeknya, Petrus Masing (100), mengalami gangguan penglihatan, pendengaran, pikun, dan kesulitan berjalan sejak dua tahun lalu. Meski harus kehilangan ayahnya beberapa tahun silam dan ibunya yang tinggal terpisah, Fania tetap setia merawat kakek-neneknya dengan penuh kasih.
Rutinitas Harian Penuh Pengorbanan
Setiap hari, sebelum matahari terbit, Fania sudah bangun untuk menyiapkan sarapan. Setelah urusan dapur selesai, ia mencuci piring dan pakaian kotor. Tanpa berlama-lama, ia langsung bergegas ke sekolah dengan seragam yang sudah disiapkan. Namun, berbeda dari anak-anak lain, ia tak punya waktu untuk bermain. Begitu pulang sekolah, ia langsung pulang, kadang mampir ke kebun untuk mengambil sayuran sebagai bahan masakan.
Di rumah, Fania dengan sabar menyuapi kakek dan neneknya. Mereka hanya makan nasi dengan sayur seadanya—tanpa lauk, karena keterbatasan ekonomi. “Aku ingin jadi guru. Biar nanti bisa mengobati kakek dan nenek, supaya mereka sehat lagi,” ujar Fania dengan mata berbinar saat ditemui Exposenews.id, Senin (9/6/2025). Meski cemas dengan biaya sekolah ke SMP, cita-citanya itu terus memberinya semangat.
Keluarga yang Hidup Pas-Pasan
Teresia Pia, nenek Fania, sebenarnya memiliki lima anak yang sudah berkeluarga. Namun, mereka semua tinggal terpisah dan hanya sesekali menjenguk. Bantuan yang diberikan pun seringkali tak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. “Anak-anakku juga hidup susah. Kalau ada yang kasih makan, ya kami makan seadanya,” ujar Teresia dengan suara lemah.
Tetangga kadang membantu, tapi hanya sekadarnya. Untuk pengobatan, mereka hanya bisa berharap pada bantuan pemerintah. Rumah mereka yang reyot dan berdinding bambu semakin memperberat beban hidup keluarga ini.
Dua Polisi Tergerak untuk Membantu
Kisah haru Fania akhirnya terdengar oleh dua anggota Polres Manggarai Timur: Bripka Hery Tena dari Dokkes dan Briptu Lalu Sukiman, Kapospol Elar. Tanpa menunda, mereka langsung mendatangi rumah Fania di Kampung Weong. Tak hanya itu, mereka juga menjenguk Mama Anastasia Lija, warga Kampung Lando yang menderita gondok.
“Kami datang sebagai bentuk kepedulian Polres Manggarai Timur dan Polri kepada masyarakat kecil,” tegas Hery Tena. Kunjungan ini membawa angin segar bagi Fania dan keluarganya. Didampingi aparat desa dan BPD Rana Gapang, kedua polisi ini berjanji akan terus berupaya membantu warga yang membutuhkan.
Ketangguhan Hati Seorang Bocah
Kisah Fania adalah bukti nyata ketangguhan seorang anak di tengah keterbatasan. Dengan hati besar, ia rela berkorban demi kakek dan nenek tercinta, sambil terus memupuk mimpi menjadi guru. Semangatnya yang tak kenal lelah patut menjadi inspirasi bagi kita semua.
#KisahInspiratif #FaniaTriselni #AnakBerhatiMuliah #ManggaraiTimur