Mitigasi Erupsi, Ini Ragam Alat Canggih yang Awasi Gunung Kelud

banner 120x600

KEDIRI, exposenews.id – Gunung Kelud, dengan ketinggian 1.731 meter di atas permukaan laut (mdpl), menjadi salah satu gunung api paling diawasi di Indonesia. Terletak di perbatasan Kediri, Blitar, dan Malang, gunung ini terus dipantau ketat oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) sejak letusan dahsyatnya pada 2014. Saat ini, statusnya masih berada di level I atau Normal, level terendah dalam empat tingkatan aktivitas vulkanik.

Pemantauan Intensif dengan Teknologi Mutakhir

Budi Prianto, Petugas Pengamat Pos Pantau Gunung Kelud, menjelaskan bahwa timnya telah memasang berbagai alat canggih di sembilan titik berbeda. “Kami memastikan semua alat berfungsi optimal untuk mendeteksi perubahan sekecil apa pun,” ujarnya pada Jumat (30/5/2025).

PVMBG, melalui Pos Pengamatan Gunung Kelud di Dusun Margomulyo, Desa Sugihwaras, Kecamatan Ngancar, Kabupaten Kediri, telah melengkapi diri dengan peralatan berteknologi tinggi. Berikut daftarnya:

  • Enam titik alat seismik – Alat ini bekerja tanpa henti untuk menangkap dan menganalisis getaran bawah tanah, menjadi indikator utama aktivitas magma.

  • Tiga unit CCTV – Salah satunya langsung mengarah ke kawah, memberikan visual real-time sehingga tim bisa melihat perubahan fisik gunung setiap detik.

  • Alat deformasi (tiltmeter) – Fungsinya mengukur pengembungan atau penyusutan tubuh gunung, tanda potensi tekanan magma.

  • GPS presisi tinggi – Alat ini membantu menentukan arah dan titik deformasi dengan akurasi milimeter.

  • Sensor suhu air kawah

“GPS kami tak sekadar memantau pergerakan, tapi juga memastikan ke mana arah perubahan bentuk gunung,” tambah Budi. Sementara itu, enam titik seismik tersebar strategis untuk menjaring data getaran dari segala penjuru.

Kawah yang Berubah dan Tim Siaga 24 Jam

Puncak Gunung Kelud dulunya tertutup oleh anakan gunung yang terbentuk setelah letusan 2007. Namun, erupsi besar 2014 menghancurkannya dan meninggalkan kawah raksasa yang kini jadi pusat pengamatan. Pos Pemantauan Kelud sendiri berjarak sekitar lima kilometer dari puncak, dengan petugas yang berjaga bergiliran tanpa henti.

“Kami tak pernah lengah. Setiap perubahan, sekecil apa pun, langsung kami analisis,” tegas Budi. “Sejarah letusan Gunung Kelud memang mematikan. Erupsi 1919 bahkan menewaskan ribuan orang. Karena itu, kami terus mengawasinya dengan ketat,” tegas Budi.

baca juga: Lahan BMKG Dikuasai GRIB

Selain melindungi warga di tiga kabupaten, data dari alat-alat ini juga membantu peneliti memahami pola aktivitas vulkanik. Misalnya, kenaikan suhu air kawah atau gempa kecil bisa menjadi pertanda awal letusan. Dengan teknologi mutakhir, PVMBG berharap bisa memberi peringatan dini lebih akurat.

“Kami tak mau ada korban jiwa lagi. Itu sebabnya kami terus tingkatkan sistem pemantauan,” pungkas Budi. Masyarakat pun diimbau tetap tenang, tetapi selalu waspada terhadap informasi resmi dari PVMBG.

Dengan kombinasi antara teknologi canggih dan kesiagaan tim, Gunung Kelud terus diawasi demi keselamatan ribuan warga di sekitarnya. Siapa pun berharap, gunung ini tetap ‘tidur’ dalam status Normal—tetapi jika suatu saat ia bangun, setidaknya kita sudah siap!