BI Ajak Masyarakat Sulut Implementasikan Keuangan Berkelanjutan dan Investasi Hijau

BI menggelar North Sulawesi Investor Forum (NSIF) di Manado, Senin (15/8/2022). Foto Ronald Ginting.

Exposenews.id, Manado – Kota Manado menjadi salah satu tuan rumah kegiatan Capacity Building G20 bertemakan Sustainable Finance and Green Investment. Di Manado kegiatan ini dinamakan North Sulawesi Investor Forum (NSIF) yang dilaksanakan di Grand Kawanua Internasional Convention Center Manado, Senin (15/8/2022).

Kegiatan bekerjasama dengan para stakeholders di daerah yang terdiri dari kalangan akademisi, pelaku usaha, dan tentunya pemerintah setempat. Capacity Building ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman mengenai manfaat dan isu-isu strategis G-20 serta membangun persepsi positif dan antusiasme untuk mendukung kesuksesan Presidensi Indonesia tahun ini.

“Pelaksanaan kegiatan Capacity Building G20 di Manado juga kita sinergikan bersama penyelenggaraan North Sulawesi Investment Forum dan Road to Pleno ISEI 2022, dengan harapan dapat meningkatkan animo dan awareness publik yang lebih luas terhadap isu yang diangkat,” ujar Dody Budi Waluyo, Deputi Gubernur Bank Indonesia saat memberikan sambutan.

“Kami di Bank Indonesia juga melihat bahwa kegiatan ini memiliki urgensi dalam rangka berbagi informasi dan menyelaraskan pandangan mengenai inisiatif-inisiatif yang telah dan akan dilakukan oleh para pemangku kebijakan, termasuk Bank Indonesia, dalam mendukung implementasi agenda-agenda Presidensi G20 yang memiliki relevansi erat dengan strategi pembangunan ekonomi setempat,” sambung Dody.

Dikatakan Dody bahwa Presidensi G20 Indonesia 2022 memiliki tema ‘Recover Together, Recover Stronger’. Melalui  tema tersebut, Indonesia ingin mengajak seluruh dunia untuk bahu-membahu, saling mendukung untuk pulih bersama serta tumbuh lebih kuat dan berkelanjutan. Pemerintah dalam hal ini telah mengidentifikasi tiga agenda utama dalam rangka mewujudkan G20 concrete collaboration tersebut.

“Pertama yaitu Global Healh Architecture, mencakup upaya mengatasi pandemi dan meningkatkan resiliensi terhadap potensi health issues ke depannya. Kedua yakni Digital transformation, mencakup pemanfaatkan ekonomi digital untuk mendorong inklusivitas, khususnya masyarakat berpenghasilan rendah, perempuan, dan pemuda. Ketiga yaitu Energy transition atau transisi energi ke arah yang lebih ramah lingkungan, mencakup berbagai area dalam mewujudkan sustainable development goals terutama dalam bidang ekonomi dan keuangan,” imbuh Dody.

Ketiga area utama tersebut diturunkan menjadi pilar-pilar strategis dan nilai inti dari Presidensi G20 Indonesia 2022 yaitu memperkuat lingkungan kemitraan, mendorong produktivitas, meningkatkan ketahanan dan stabilitas, memastikan pertumbuhan berkelanjutan dan inklusif, serta kepemimpinan kolektif global yang lebih kuat.

Berdasarkan tema dan pilar tersebut, Indonesia mengusung 6 Agenda Prioritas Jalur Keuangan dalam Presidensi G20 Indonesia 2022, dengan fokus dan gambaran ouput yang akan dihasilkan.

“Mencakup Exit Strategy to Support Recovery. Membahas bagaimana G20 melindungi negara- negara yang masih menuju pemulihan ekonomi  dari efek limpahan exit policy yang diterapkan oleh negara yang lebih dahulu pulih  ekonominya. Mencakup juga Adressing Scaring Effect to Secure Future Growth. Mengatasi dampak berkepanjangan (scarring effect) krisis dengan meningkatkan produktivitas dan pertumbuhan jangka panjang, memperhatikan ketenagakerjan, sektor RT, korporasi, dan keuangan,” kata dia.

Selain itu Payment System in Digital Era. Standar pembayaran lintas batas negara (CBP), serta prinsip-prinsip pengembangan CBDC (General Principles for Developing CBDC). Sustainable Finance turut membahas risiko iklim dan risiko transisi menuju ekonomi rendah karbon, dan sustainable finance (keuangan berkelanjutan).

Financial Inclusion di mana digital Financial Inclusion and SME Finance; Open banking untuk produktivitas dan mendukung ekonomi dan keuangan inklusif bagi underserved community yaitu wanita, pemuda, dan UMKM, termasuk aspek lintas batas. Dan International Taxation uang membahas perpajakan internasional, utamanya terkait dengan implementasi Framework bersama OECD/G20 mengenai strategi perencanaan pajak yang disebut Base Erotion and Profit Shifting,” imbuhnya.

Menurutnya, keenam agenda prioritas yang diusung oleh jalur keuangan tersebut sebagian di antaranya memiliki keterkaitan langsung dengan isu yang tengah menjadi fokus kebijakan pembangunan pemerintah di Provinsi Sulawesi Utara. Misalnya terkait penanganan scarring effect pada beberapa industri utama dan UMKM di daerah, kemudian akselerasi digitalisasi sistem pembayaran untuk efisiensi transaksi pemda dan kemudahan alat pembayaran bagi masyarakat, dan seterusnya.

Sejalan dengan topik North Sulawesi Investment Forum perlu diketahui juga soal isu mengenai Sustainable Finance.

“Sustainable Finance ini adalah isu hangat dari waktu ke waktu, tidak hanya karena targetnya yang oleh sebagian negara anggota G20 dianggap cukup ambisius, tetapi juga urgensi untuk melaksanakan komitmen dalam pengendalian kerusakan iklim karena adanya kemungkinan dampak yang lebih parah kepada kehidupan sosial dan perekonomian bila tidak segera ditangani lebih lanjut,” Dody menjelaskan.

Bagi banyak negara, terutama yang bergantung pada energi berbasis fosil seperti halnya Indonesia, tindakan mitigasi perubahan iklim bukanlah langkah yang mudah, karena ketergantungan kita yang tinggi kepada sumber energi dan ekspor komoditas mineral. Meski demikian, ke depan tuntutan global atas penerapan standard ekonomi hijau dan keuangan berlanjutan akan semakin tinggi, dan bagi negara yang tidak sejalan dengan prinsip tersebut akan terekspos beberapa tantangan baru, sebagai contoh tambahan pajak karbon untuk produk ekspor dan pengenaan biaya modal yang lebih mahal bagi entitas industri yang tinggi karbon.

“Perubahan iklim juga membawa risiko tersendiri secara makro bagi perekonomian. Kenaikan emisi karbon telah mendorong kenaikan suhu bumi sehingga menyebabkan perubahan iklim yang berpotensi mengganggu stabilitas moneter dan sistem keuangan. Posisi geografis Indonesia dengan kepulauan yang terletak di “ring of fire”, mengakibatkan Indonesia terekspos risiko perubahan iklim yang lebih tinggi jika dibandingkan banyak negara lain. Saat ini, biaya akibat cuaca ekstrim di Indonesia telah mencapai lebih dari Rp100 triliun per tahun. Biaya ini diprakirakan akan terus tumbuh secara eksponensial akibat semakin ekstrimnya cuaca dimasa depan,” sebutnya mengingatkan.

Apabila tidak dilakukan penambahan aksi mitigasi, biaya akibat cuaca ekstrim pada 2050 diperkirakan dapat mencapai 40% dari PDB.

Guna mengantisipasi berbagai tantangan dan pemasalahan tersebut, para pemangku kepentingan perlu mengidentifikasi lebih lanjut potensi investasi hijau untuk sektor-sektor ekonomi yang potensial di daerah, serta sektor eksisting lainnya untuk bertransisi menuju ekonomi hijau. Dalam hal ini otoritas dan pelaku pasar keuangan telah mengembangkan berbagai pendekatan dan alat untuk mengidentifikasi, memverifikasi, dan menyelaraskan investasi berkelanjutan yang berorientasi pada proyek-proyek hijau untuk dipedomani, baik itu dalam bentuk taksonomi keuangan hijau, maupun kalkulator jejak karbon nasional.

“BI sendiri telah aktif melakukan inisiatif hijau sejak 10 tahun yang lalu. Inisiatif ini dilakukan dengan bekerjasama dengan berbagai pihak di dalam negeri khususnya Kementerian dan Otoritas seperti Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), OJK, hingga beberapa forum keuangan hijau di luar negeri seperti Network for Greening Financial System (NGFS). Pada inisiatif kebijakan, BI telah menerbitkan kebijakan Green LTV bagi properti dan kendaraan berwawasan lingkungan. Sementara itu, pada sisi internal BI melakukan inisiatif seperti pengalokasian investasi berkelanjutan dalam bentuk penempatan portofolio cadangan devisa hijau,” imbuhnya.

Ke depan, Bank Indonesia akan melanjutkan penguatan kebijakan keuangan hijau yang salah satunya ditujukan untuk memitigasi risiko terhadap stabilitas sistem keuangan. Penguatan-penguatan akan dilakukan antara lain melalui kebijakan makroprudensial, pendalaman pasar keuangan, pengembangan ekonomi dan keuangan inklusif, hingga transformasi kelembagaan Bank Indonesia yang keseluruhannya memperhatikan lingkungan.

“Adapun dalam penguatan dan implementasinya, Bank Indonesia akan terus bersinergi dan melakukan koordinasi erat dengan KSSK, Kementerian/Lembaga, dan stakeholders terkait,” pungkasnya.

Dalam kegiatan tersebut, hadir juga Gubernur Sulawesi Utara, Olly Dondokambey, SE, Deputi Bidang Promosi Penanaman Modal Kementerian Investasi/BKPM RI, Nurul Ichwan, SE. MM, Ketua DPRD Sulut, dr Fransiscus Andi Silangen SpB KBD, Penjabat Sekdaprov Sulut, Dr. Praseno Hadi SE., MM, Kepala Perwakilan BI Provinsi Sulut, Arbonas Hutabarat, Kepala Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Franky Manumpil, dan sejumlah undangan lainnya.

(RTG/adv)

 

 

Exit mobile version