Kepala Kantor Perwakilan BI Sulut Arbonas Hutabarat (kanan) saat bertemu dengan pembuat Garuda Wisnu Kencana (GWK). |
Oleh: Ronald Ginting
Exponews.id, Manado – Setelah mengalami inflasi di Juni 2020, Sulawesi Utara kembali terjadi deflasi di Juli 2020. Ini disebabkan penurunan harga beberapa komoditas strategis khususnya dari kelompok Makanan, Minuman Dan Tembakau.
Pada Juli 2020, Kota Manado mencatat deflasi sebesar 0,30% (mtm) sedangkan kota Kotamobagu juga mengalami deflasi sebesar 0,09 (mtm). Dengan demikian, inflasi tahunan Manado dan Kotamobagu masing-masing tercatat sebesar 0,35% (yoy) dan 1,68% (yoy), atau berada dibawah rentang sasaran target inflasi nasional 3±1% (yoy).
Sementara itu, secara nasional inflasi bulanan, tahun kalender, dan tahunan masing-masing tercatat sebesar -0,10% (mtm), 0,98% (ytd), dan 1,54% (yoy). Dengan demikian, deflasi Juli 2020 di kota Manado Iebih dalam dibanding nasional, sedangkan deflasi kota Kotamobagu tercatat relatif sama dibandingkan nasional.
“Jika dilihat dari kelompok penyusunnya, pergerakan harga di Kota Manado sebagian besar digerakkan oleh kelompok Makanan, Minuman dan Tembakau dan kelompok Perawatan Pribadi dan Jasa Lainnya. Kelompok Makanan, Minuman dan Tembakau pada Juli 2020 mengalami deflasi -1,07% (mtm) dengan sumbangan sebesar -0,31 %(smtm),” ujar Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Sulawesi Utara, Arbonas Hutabarat, hari ini.
Bila dilihat dari komoditasnya, tekanan deflasi pada kelompok ini berasal dari penurunan harga bawang merah, bawang putih dan cabai rawit seiring dengan membaiknya pasokan. Namun demikian kenaikan harga tomat dalam skala yang moderat cukup menahan Iaju deflasi kelompok Makanan, Minuman dan Tembakau Iebih dalam.
“Di sisi Iain, di bulan Juli 2020 emas perhiasan menjadi komoditas penyumbang inflasi terbesar dari kelompok Perawatan Pribadi dan Jasa Lainnya,” tambah Arbonas.
Deflasi Kotamobagu pada Juli kemarin tercatat Iebih rendah dibandingkan Manado dan relatif sama dengan nasional. Inflasi bulanan Kotamobagu tercatat sebesar -0,09% (mtm).
Penurunan (HK di kota Kotamobagu) disebabkan oleh pergerakan harga Kelompok Makanan, Minuman dan Tembakau, yang tercatat memberikan kontribusi deflasi sebesar -0,2% (smtm) dari total deflasi bulanan kota tersebut. Deflasi didorong penurunan harga bawang merah, gula pasir, daun bawang dan cabai rawit.
“Sejalan dengan pola penurunan harga bawang merah di Manado, penurunan harga bawang merah di kota Kotamobagu diperkirakan merupakan dampak membaiknya pasokan dari daerah produsen,” jelasnya.
Sementara itu, kenaikan harga ikan cakalang, tomat dan kangkung menyumbang tekanan inflasi yang menahan deflasi Iebih dalam. Di tengah tekanan deflasi yang rendah, kelompok transportasi menyumbang tekanan inflasi sebesar 0,07% (smtm) melalui komoditas Angkutan Antar Kota.
“Bank Indonesia dan TPID Sulawesi Utara memandang terjadinya deflasi di dua kota pencatatan inflasi Sulawesi Utara yang pada bulan Juli 2020 masih dalam batas yang wajar. Meskipun demikian, deflasi yang cukup moderat di kota Manado relatif rendah di kota Kotamobagu yang disebabkan oleh komoditas yang hampir sama tetap perlu diwaspadai sebagai antisipasi kenaikan harga bawang merah ke depan,” terangnya.
Deflasi yang relatif rendah di bulan Juli dan inflasi IHK di kota Kotamobagu yang sudah mencapai 2,78% (ytd) harus menjadi perhatian bersama. Memasuki bulan Agustus 2020, tekanan inflasi diperkirakan akan kembali moderat ditopang permintaan yang diperkirakan akan mulai menunjukkan peningkatan seiring dengan masuknya perekonomian dalam periode transisi pandemi COVID-19 ke tatanan normal.
Sementara, deflasi sejumlah komoditas pangan yang cukup dalam pada bulan April-Mei lalu berpotensi mengurangi insentif produsen untuk meningkatkan produksi, sehingga berisiko mempengaruhi pasokan dalam satu hingga tiga bulan kedepan. Meski demikan, masih terdapat optimisme bahwa tekanan inflasi pada bulan Agustus akan terkendali pada level yang aman dan kondusif untuk mendukung proses recovery perekonomian Sulawesi Utara.
Memperhatikan perkembangan inflasi beberapa waktu terakhir, TPID baik Provinsi maupun Kab/Kota akan tetap mewaspadai dan memberi perhatian terhadap pergerakan inflasi di tengah risiko terjadinya stagnasi harga pada periode pandemi COVID-19. Upaya untuk mengendalikan inflasi juga perlu dibarengi dengan upaya untuk mendorong peningkatan aktivitas perekonomian.
“Pemanfaatan teknologi untuk menjaga dan mendukung aktivitas perekonomian, misalnya dengan mengubah pola belanja di pasar tradisional dari offline menjadi online, merupakan salah satu alternatif yang dapat ditempuh sejalan dengan berlakunya norma baru. Dengan pengenalan dan penerapan pola tersebut diharapkan volume permintaan masyarakat terhadap komoditas strategis di pasar tetap terjaga, sehingga petani akan tetap memiliki insentif untuk terus berproduksi atau bahkan meningkatkan produksi ditengah pandemi COVID-19,” ungkapnya.
Selain itu, kebijakan Bank Indonesia yang membebaskan biaya QRIS dari sebelumnya 0,75% menjadi 0% bagi UMKM, menjadi salah satu insentif yang perlu dimanfaatkan untuk mendorong penerapan transaksi non-tunai guna menjaga keberlangsungan perputaran roda perekonomian Sulawesi Utara. Selanjutnya, Bank Indonesia juga memandang bahwa upaya bersama serta sinergitas seluruh Dinas dan Kementerian/Lembaga terkait untuk menjaga ketersediaan pasokan komoditas strategis perlu dilakukan guna mengendalikan inflasi.
Ketersediaan pasokan dan manajemen ketersediaan stok pangan secara regional Sulampua perlu didorong untuk meningkatkan efektivitas langkah-langkah pengendalian.
“Salah satu bentuk kerjasama yang dapat menjadi alternatif adalah Kerjasama Antar Daerah (KAD). Diharapkan dengan implementasi KAD yang diperkirakan pada triwulan Ill 2020, mekanisme perdagangan dapat berjalan lebih efisien terutama dalam hal distribusi,” imbuhnya.
Melalui KAD tersebut, Sulawesi Utara dapat mengirimkan komoditas strategis yang mengalami surplus keluar daerah guna menjaga kewajaran tingkat harga serta nilai tukar petani (NTP) Sulawesi Utara. Selain itu, kata dia, KPW BI Provinsi Sulut juga bekerja sama dengan instansi terkait terus melanjutkan capacity building dan langkah-langkah peningkatan produksi klaster ketahanan pangan guna menjaga ketersediaan stok di pasar.
Sejalan dengan itu, KPW BI Provinsi Sulut bersama TPID secara intensif memonitor perkembangan terkini pengendalian wabah COVID-19 di Sulut termasuk perkembangan permintaan kebutuhan pangan.
“Ini sejalan dengan telah bergulirnya sejumlah program stimulus ekonomi dan implementasi perluasan jaring pengaman sosial, serta pelonggaran pembatasan aktivitas masyarakat oleh pemerintah termasuk antisipasi kenaikan permintaan kebutuhan pangan terutama pada masa transisi menuju tatanan normal baru,” tukasnya. (RTG)