Kepala BPS Sulut, Ateng Hartono. Istimewa. |
Oleh: Ronald Ginting
Exposenews.id, Manado – Dari 90 kota pantauan IHK nasional, sebanyak 29 kota mengalami inflasi dan 61 kota mengalami deflasi. Inflasi tertinggi terjadi di Kota Timika sebesar 1,45 persen, dan terendah di Kota Jember dan Kota Banyuwangi sebesar 0,01 persen.
Kota Manokwari mengalami deflasi tertinggi sebesar 1,09 persen, sementara Kota Gunungsitoli, Kota Bogor, Kota Bekasi, Kota Luwuk dan Kota Bulukumba masing-masing
mengalami deflasi terendah sebesar 0,01 persen.
“Kota Manado menempati urutan ke-12 inflasi di Pulau Sulawesi dan urutan ke-70
secara nasional,” ungkap Kepala Badan Pusat Statistik Sulawesi Utara, Ateng Hartono, saat penyampaian Berita Resmi Statistik, kemarin.
Kata Ateng pada Juli 2020, Kota Manado mengalami deflasi sebesar 0,30 persen, karena adanya penurunan Indeks Harga Konsumen (IHK) dari 104,83
pada Juni 2020 menjadi 104,52 pada Juli 2020. Dari sebelas kelompok pengeluaran di kota Manado, penurunan indeks terjadi pada kelompok
makanan, minuman dan tembakau sebesar 1,07 persen, kelompok perlengkapan, peralatan dan pemeliharaan rumah tangga sebesar 0,34 persen, kelompok rekreasi, olahraga dan budaya sebesar 0,13 persen,
kelompok pakaian dan alas kaki sebesar 0,03 persen dan kelompok pendidikan sebesar 0,01 persen.
“Kelompok pengeluaran yang mengalami peningkatan indeks adalah kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya sebesar 0,48 persen dan kelompok perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga sebesar 0,05 persen. Kelompok
kesehatan, kelompok transportasi dan kelompok informasi, transportasi
dan jasa keuangan tidak mengalami perubahan,” tambah Ateng.
Kota Manado, jelas Ateng, pada Juli 2020 mengalami deflasi secara tahun kalender sebesar 1,35 persen dan inflasi year on year sebesar 0,36 persen. Menariknya bawang merah dan putih menjadi “aktor” penyumbang deflasi terbesar di Kota Manado pada bulan Juli
2020. Di mana bawang merah menyumbang sebesar 0,2995 persen.
“Kemudian, bawang putih sebesar 0,0453 persen, cabai rawit sebesar 0,0317 persen,
pengharum cucian/pelembut sebesar 0,0167 persen, telur ayam ras sebesar 0,0132 persen, ikan kembung sebesar 0,0114 persen, minuman ringan sebesar 0,0107 persen, minyak goreng sebesar 0,0094 persen, tissue sebesar 0,0091 persen dan gula pasir sebesar 0,0072 persen,” paparnya.
Sedangkan penyumbang Inflasi terbesar adalah emas perhiasan sebesar 0,0355
persen. Pada posisi kedua ada tomat sebesar 0,0310 persen, air kemasan
sebesar 0,0306 persen, cabai merah sebesar 0,0155 persen, sabun mandi sebesar 0,0129 persen.
“Kopi bubuk sebesar 0,0113 persen, sari jeruk sebesar 0,0103 persen, hand body lotion sebesar 0,0098 persen, batu bata/batu tela sebesar 0,0092 persen, dan daging ayam ras sebesar 0,0064
persen,” ucapnya menerangkan.
Sementara itu, Kota-kota IHK di Pulau Sulawesi yang berjumlah 13 kota, pada Juli 2020 tercatat ada tujuh kota mengalami inflasi dan enam kota mengalami deflasi.
Inflasi tertinggi terjadi di Kota Bau-bau sebesar 0,73 persen dan inflasi terendah terjadi di Kota Gorontalo sebesar 0,08 persen. Deflasi tertinggi terjadi di Kota Makassar sebesar 0,54 persen, yang diikuti oleh Manado dengan deflasi 0,30 persen. dan deflasi terendah terjadi di Kota
Luwuk dan Kota Bulukumba sebesar 0,01 persen.
(RTG)