Exposenews.id – Rio de Janeiro baru saja diguncang operasi polisi paling mematikan sepanjang sejarah! Bayangkan, Rabu pagi (29/10/2025) warga Complexo da Penha menyaksikan pemandangan mengerikan: lebih dari 40 jenazah terbujur di jalanan. Ini adalah konsekuensi langsung dari penggerebekan berdarah yang terjadi sehari sebelumnya. Suasana mencekam langsung menyelimuti permukiman kumuh itu seolah menjadi saksi bisu kekerasan yang baru saja terjadi. Para tetangga saling berpelukan, sementara anak-anak kecil melihat dengan mata berkaca-kaca pemandangan yang tidak seharusnya mereka saksikan.
Dendam dan Keputusasaan di Balik Tumpukan Mayat

Apa yang sebenarnya terjadi? Polisi dengan sengaja melancarkan operasi besar-besaran menargetkan geng kriminal terbesar Brasil. Akibatnya, otoritas setempat mengonfirmasi 64 orang tewas, termasuk empat anggota kepolisian. Konflik bersenjata ini memakan banyak korban jiwa dari kedua belah pihak. Pertempuran sengit terjadi selama berjam-jam tanpa henti, mengubah permukiman padat penduduk menjadi zona perang yang menakutkan.
Namun, jumlah korban diprediksi masih akan bertambah. Proses identifikasi dan evakuasi masih terus berlangsung. Tim medis masih kesulitan menjangkau beberapa titik konflik. Selain itu, banyak jenazah yang memerlukan proses identifikasi lebih lanjut karena kondisi yang tidak lengkap. Relawan Palang Merah setempat bekerja tanpa lelah mengevakuasi korban, sementara rumah sakit terdekat sudah kewalahan menerima jenazah dan korban luka.
Yang menyentuh hati, saksi mata melaporkan warga sendirilah yang membawa jenazah ke jalan. Dengan penuh keputusasaan, mereka mencari kerabat yang hilang pasca-operasi. Para warga nekat memasuki zona konflik meski situasi masih belum benar-benar aman. Mereka mempertaruhkan nyawa hanya untuk menemukan anggota keluarga. Seorang ibu paruh baya terlihat berlari sambil memanggil nama anaknya, suaranya serak dan penuh kepanikan.
Bayangkan suasana haru biru itu! Banyak warga menangis histeris sambil berusaha mengenali keluarga di antara tumpukan korban. Tangisan pilu terdengar di mana-mana. Beberapa wanita terlihat memeluk mayat yang sudah tidak dikenali lagi. Pemandangan ini bagaikan potret nestapa yang tak terlukiskan. Bau anyir darah bercampur dengan asap mesiu masih menyengat di udara, menambah suasana mencekam di lokasi kejadian.
Medan Perang di Rio
Sebelum tragedi ini, suasana lokasi sudah bak medan perang. AFP melaporkan polisi menerjunkan 2.500 petugas bersenjata lengkap! Pasukan khusus dikerahkan dari berbagai kesatuan. Mereka datang dengan persiapan tempur yang sangat matang. Helikopter polisi terus berputar-putar di langit Rio, sementara suara sirine meraung-raung tanpa henti.
Operasi ini juga didukung kendaraan lapis baja, helikopter, dan drone. Sasaran utamanya adalah dua markas geng narkoba di utara Rio: Complexo da Penha dan Complexo do Alemao. Kawasan ini dikenal sebagai basis kekuatan Comando Vermelho. Geng ini menguasai perdagangan narkoba di wilayah tersebut. Selama bertahun-tahun, geng ini membangun jaringan kriminal yang sangat kuat dan sulit ditembus.
Dampaknya langsung terasa. Tembakan keras bahkan terdengar hingga bandara internasional Rio. Asap tebal membubung dari beberapa titik kebakaran. Beberapa bangunan dilalap si jago merah. Jalanan dipenuhi dengan kaca dan puing-puing bangunan. Para pedagang kaki lima mengungsi meninggalkan barang dagangan mereka, sementara pelajar-pelajar berlarian mencari tempat perlindungan.
Akibatnya, warga panik, toko-toko tutup, dan lalu lintas utama terhenti total. Aktivitas ekonomi lumpuh seketika. Sekolah-sekolah terpaksa meliburkan siswanya. Rumah sakit siaga penuh menunggu korban berdatangan. Para dokter dan perawat bekerja shift tambahan untuk menangani puluhan korban yang terus berdatangan.
Dampak Psikologis yang Mendalam
Tragedi ini meninggalkan luka psikologis yang dalam bagi warga setempat. Banyak anak-anak mengalami trauma berat setelah menyaksikan kekerasan yang terjadi di depan mata mereka. Seorang guru sekolah dasar bercerita bahwa murid-muridnya masih ketakutan dan sulit tidur setelah kejadian tersebut. Lembaga sosial setempat membuka posko bantuan trauma untuk korban yang selamat.
Para tetua masyarakat menggelar doa bersama di pinggir jalan. Mereka memimpin warga yang berkumpul untuk mendoakan para korban. “Kami tidak tahu lagi harus berbuat apa. Setiap hari hidup dalam ketakutan, antara takut pada polisi dan takut pada geng narkoba,” keluh seorang warga yang enggan disebutkan namanya.
Misi “Pembersihan” Menjelang Panggung Global
Gubernur Rio Claudio Castro membela operasi ini. Dia menegaskan aksi ini diperlukan untuk menghentikan ekspansi Comando Vermelho. Menurutnya, geng ini sudah terlalu berani. Mereka kerap melakukan aksi pembunuhan dan intimidasi terhadap warga. Castro menunjukkan data bahwa geng ini telah membunuh 30 polisi dalam setahun terakhir.
Castro melaporkan 60 korban tewas berasal dari geng kriminal. Di platform X, dia berapi-api: “Ini bukan kejahatan biasa, melainkan narkoterorisme!” Dia juga menunjukkan bukti drone yang dimodifikasi untuk menjatuhkan bom. Teknologi ini membuat polisi kewalahan. Para kriminal kini menggunakan teknologi canggih dalam operasi mereka.
Polisi berhasil menyita 42 senjata api dan narkoba dalam jumlah besar. Setidaknya 81 orang berhasil diamankan. Barang bukti lain juga berhasil diamankan. Semua ini menjadi bukti jaringan kriminal yang terorganisir. Polisi juga membongkar beberapa laboratorium kokain yang selama ini beroperasi di kawasan favela.
Yang menarik, waktu operasi ini sangat patut dipertanyakan. Ini terjadi tepat sebelum Brasil menjadi tuan rumah KTT Iklim COP 30. Banyak yang menilai ini bukan kebetulan. Pemerintah ingin menunjukkan image baik di mata dunia. Mereka ingin memastikan Rio aman sebelum kedatangan para pemimpin dunia.
Pola ini bukan hal baru. Pihak berwenang Brasil kerap melancarkan operasi besar sebelum acara internasional. Mereka melakukan hal serupa sebelum Olimpiade 2016, KTT G20 2024, dan pertemuan BRICS Juli lalu. Operasi terbaru ini seperti bagian dari “tradisi” pembersihan sebelum panggung global.
Namun, yang patut disayangkan, korban jiwa dari warga sipil terus berjatuhan. Banyak keluarga yang harus kehilangan anggota keluarganya. Trauma kolektif ini akan sulit disembuhkan. Rio mungkin bersih dari kriminalitas sementara, tetapi luka di hati warga akan tetap membekas. Para aktivis HAM kini menuntut investigasi independen terhadap operasi ini, sementara kehidupan warga favela harus terus berjalan di tengah kenangan kelam yang baru saja mereka alami.
Dapatkan juga berita teknologi terbaru hanya di newtechclub.com












