Exposenews.id – Sebuah insiden mencekam mengguncang Irlandia. Bukannya menyuarakan aspirasi dengan damai, ratusan pengunjuk rasa justru menyerang dan membakar hidup-hidup sebuah mobil polisi di Saggart, barat daya Dublin, pada Selasa (21/10/2025). Lebih mengejutkan lagi, kemarahan massa ini ternyata dipicu oleh laporan pelecehan seksual terhadap seorang gadis kecil berusia 10 tahun. Akibatnya, kepolisian setempat, Garda, dengan sigap menangkap enam orang pelaku kekerasan dalam aksi yang mereka gambarkan sebagai protes keras dan brutal.

“Ini Bukan Protes, Tapi Premanisme Berkedok Kemarahan”
Komisaris Polisi Justin Kelly dengan tegas menyatakan penolakannya terhadap kekacauan ini. “Ini jelas bukan protes damai,” serunya tanpa ragu-ragu. Bahkan, ia dengan berani mendeskripsikan aksi malam itu sebagai premanisme murni. “Tindakan malam ini hanya bisa digambarkan sebagai premanisme. Ini adalah massa yang berniat melakukan kekerasan terhadap Garda,” tegasnya, menegaskan betapa berbahayanya niat para perusuh tersebut.
Sementara itu, laporan AFP berhasil mengungkap skala kerusuhan yang sebenarnya. Mereka memperkirakan sekitar 1.000 orang memadati depan Hotel Citywest. Massa yang penuh amarah itu tidak hanya membawa bendera Irlandia, tetapi juga terus-menerus meneriakkan yel-yel anti-imigran seperti “keluarkan mereka”.
Kemudian, situasi menjadi semakin kacau ketika sebuah mobil polisi dilaporkan habis dilalap si jago merah. Para petugas pun berusaha membubarkan kerumunan dengan semprotan merica. Namun, para pengunjuk rasa semakin menjadi-jadi. Mereka melempari polisi menggunakan batu bata, botol kaca, dan kembang api.
Akibatnya, satu petugas harus mengalami cedera pada kakinya. Bahkan, helikopter kepolisian pun tidak luput dari sasaran. Para demonstran dengan nekat menyerangnya menggunakan sinar laser. Singkatnya, kekerasan terjadi dari segala penjuru.
Wajah Baru Irlandia: Gelombang Kebencian Online yang Memicu Kekacauan Nyata
Namun, kita harus melihat bahwa demo di Irlandia ini bukanlah insiden yang berdiri sendiri. Sebaliknya, kerusuhan ini terjadi justru di tengah gelombang sentimen anti-imigran yang semakin meninggi di Irlandia dan Inggris Raya dalam beberapa tahun terakhir.
Oleh karena itu, hotel-hotel yang berfungsi sebagai tempat penampungan pencari suaka seringkali menjadi sasaran empuk untuk protes dan aksi kekerasan.
Merespons hal ini, Perdana Menteri Irlandia, Michael Martin, dengan keras mengutuk kerusuhan tersebut. Ia secara tegas menyatakan bahwa tindakan kekerasan dan pelecehan terhadap polisi merupakan hal yang sama sekali tidak dapat diterima di negara mereka.
Di sisi lain, Garda mengungkapkan fakta mengejutkan. Mereka menyatakan bahwa aksi protes ini ternyata diorganisir oleh sejumlah kelompok di media sosial. Kelompok-kelompok ini dengan sengaja menyebarkan ujaran kebencian dan mendorong orang lain untuk ikut serta dalam kekerasan.
Kegagalan Sistem & Eksploitasi Tragedi Anak
Lalu, apa sebenarnya pemicu utama yang memicu kemarahan publik hingga meledak seperti ini? Ternyata, kasus dugaan pelecehan seksual terhadap anak di bawah umurlah biang keroknya. Sang tersangka, seorang pria berusia 26 tahun, telah langsung dihadirkan di pengadilan pada Selasa pagi dengan dakwaan penyerangan seksual.
Yang membuat hati miris, korban diketahui sedang berada dalam perawatan lembaga perlindungan anak dan keluarga Irlandia, Tusla, ketika insiden malang itu terjadi. Lembaga Tusla kemudian mengungkapkan detail pilu. Korban sempat melarikan diri saat pergi ke pusat kota dan sempat dilaporkan hilang sebelum peristiwa pelecehan itu terjadi.
Berbicara di parlemen, Perdana Menteri Martin dengan serius menyebut peristiwa ini sebagai kasus yang “sangat serius dan gawat.” Ia pun mengakui adanya kegagalan sistem. “Jelas, telah terjadi kegagalan dalam kewajiban negara untuk melindungi anak ini,” ujarnya dengan penuh penyesalan.
Pola Berulang: Ketika Kejahatan Ditunggangi untuk Pecah Belah
Selain itu, Menteri Kehakiman dan Migrasi, Jim O’Callaghan, juga ikut mengecam keras segala bentuk kekerasan terhadap aparat. Lebih dari itu, ia dengan cermat menyoroti upaya terselubung dari pihak-pihak tertentu yang memanfaatkan kasus kejahatan untuk menebar benih perpecahan di tengah masyarakat.
“Sayangnya, penggunaan kejahatan sebagai senjata oleh orang-orang yang ingin menyebarkan perbedaan pendapat di masyarakat kita bukanlah hal yang tidak terduga,” papar O’Callaghan, membongkar niat jahat di balik kerusuhan.
Yang perlu diingat, ini bukanlah kali pertama insiden seperti ini terjadi. Sebelumnya, pada Juni lalu, kerusuhan serupa juga pernah pecah di Irlandia Utara. Kala itu, dua remaja dituduh mencoba memperkosa seorang gadis muda di Ballymena.
Insiden nahas itu menyebabkan puluhan petugas terluka. Kemudian, polisi mengonfirmasi sebuah fakta yang memicu amuk rasial. Para terdakwa meminta penerjemah berbahasa Rumania di pengadilan. Informasi inilah yang akhirnya memicu serangan bernuansa rasial terhadap rumah dan bisnis warga migran, menutup kisah ini dengan nestapa.
Dapatkan juga berita teknologi terbaru hanya di newtechclub.com