SERANG, Exposenews.id – Sebuah skandal penipuan yang menggemparkan akhirnya terbongkar di ruang pengadilan. Much Adietya Lesmana, seorang pejabat Pemerintah Kota (Pemkot) Serang, Banten, secara resmi menghadapi meja hijau atas tuduhan menipu rekan sejawatnya sendiri, yaitu Muhammad Henry Saputra Bumi, sang Ketua Komisi IV DPRD Kota Serang. Dengan licin, pelaku menjalankan aksinya lewat modus proyek pengaspalan jalan fiktif yang akhirnya menyedot kerugian fantastis hingga Rp230 juta dari korbannya. Selanjutnya, pengadilan pun membuka drama hukum ini dalam sidang perdana yang berlangsung di Pengadilan Negeri Serang pada Rabu (15/10/2025). Pada kesempatan itu, JPU dari Kejaksaan Negeri Serang, Fitriah, secara resmi membacakan dakwaan yang mengungkap seluruh rangkaian kejadian.
Kronologi Peristiwa: Awal Mula Jebakan Proyek Menggiurkan
Fitriah, selaku Jaksa Penuntut Umum, dengan gamblang memaparkan kronologi kejadian yang berawal dari sebuah pertemuan formal. Menurut penjelasannya, seluruh drama ini berawal kala terdakwa bertemu dengan sang korban di gedung DPRD Kota Serang dalam sebuah rapat bersama Komisi IV. Kemudian, dalam pertemuan yang seharusnya bersifat resmi itu, terdakwa justru memanfaatkan momentum untuk menawarkan dua paket proyek pekerjaan infrastruktur yang terlihat sangat menguntungkan kepada Henry.
Tidak berhenti di situ, terdakwa kemudian mulai membujuk korban dengan intens. “Setelah itu, terdakwa secara aktif membujuk saksi Muhammad Henry agar bersedia memberikan sejumlah modal untuk proyek tersebut,” ujar Fitriah dengan tegas di depan sidang. Akhirnya, dua proyek infrastruktur pun dipersiapkan sebagai umpan. Proyek pertama adalah pemasangan paving block di Perumahan Umum Cluster Lipatik, Kelurahan Tegalsari, Kecamatan Walantaka, Kota Serang, yang memiliki nilai fantastis sebesar Rp150 juta. Sementara itu, proyek kedua adalah pengaspalan jalan di Perumahan Umum Aqila Residence, Desa Pematang, Kecamatan Kragilan, Kabupaten Serang, dengan nilai Rp50 juta.
Untuk memperkuat daya tariknya, terdakwa pun tidak segan-segan memberikan janji manis. Ia dengan yakin menjanjikan bahwa seluruh pekerjaan akan selesai dalam waktu singkat, yaitu 60 hari kalender, dan yang paling membuat korban tertarik, ia dijanjikan keuntungan instan sebesar Rp50 juta! Selanjutnya, sebagai bentuk ‘jaminan’ atas transaksi ini, terdakwa pun memberikan empat lembar surat penawaran kerja yang terlihat resmi, tertanggal 15 November 2024 dan 5 Desember 2024, kepada korban.
Aksi Transfer dan Tipu Daya Berlapis
Terbuai oleh janji keuntungan cepat dan dokumen yang terlihat legal, korban pun akhirnya tergoda dan percaya. Alhasil, pada 9 Desember 2024, korban mengambil keputusan untuk mentransfer dana yang sangat besar, yakni Rp200 juta, langsung ke rekening pribadi istri terdakwa, Lies Lilian Rachman. Namun, ternyata nafsu untuk mendapatkan lebih banyak uang dari korban tidak berhenti di situ. Hanya berselang dua minggu kemudian, tepatnya pada 23 Desember 2024, korban kembali mendapat tekanan dari terdakwa. Kali ini, korban diminta mengeluarkan uang tambahan sebesar Rp30 juta dengan alasan yang terdengar logis, yaitu untuk menutupi kebutuhan modal pekerjaan di lapangan.
Agar korban tidak curiga dan semakin yakin, terdakwa bahkan memainkan strategi yang sangat cerdik. Ia mengirimkan video dan foto yang diklaim sebagai progres pekerjaan di lokasi proyek. Bukti visual inilah yang akhirnya membuat korban sama sekali tidak menyadari bahwa dirinya sedang masuk ke dalam perangkap yang sangat rapi. Selanjutnya, korban pun menunggu dengan tenang hingga tenggat waktu 60 hari yang dijanjikan berlalu.
Setelah menunggu dengan sabar, korban akhirnya mulai bertanya-tanya karena tidak kunjung menerima kembali modal apalagi keuntungan yang dijanjikan. Kemudian, ketika korban menanyakan hal tersebut, terdakwa justru mengeluarkan berbagai alasan yang berbelit. Ia beralasan bahwa kedua proyek tersebut belum juga dibayar oleh pengembang perumahan, sehingga dana korban belum bisa dikembalikan. Akan tetapi, naluri sang korban sebagai anggota dewan akhirnya berbicara. Merasa ada yang tidak beres dengan segala alasan yang diberikan, ia pun memutuskan untuk melakukan pengecekan langsung ke lokasi proyek.
Dan, betapa terkejutnya ia! Hasil pengecekan lapangan justru mengungkap fakta yang sangat mengejutkan. Ternyata, kedua proyek infrastruktur yang disebut-sebut oleh terdakwa itu SAMA SEKALI TIDAK ADA atau merupakan proyek fiktif belaka! Akhirnya, ketika korban menghadapkan temuan ini, terdakwa pun tidak bisa lagi mengelak. “Setelah ditanyakan secara langsung kepada terdakwa, dia akhirnya mengakui bahwa uang sebesar Rp230.000.000 itu telah dipergunakannya untuk kepentingan pribadi, dan sama sekali tidak dipakai untuk proyek seperti yang dijanjikan,” papar Fitriah dengan lugas.
Oleh karena itu, atas semua perbuatannya yang merugikan dan mencoreng martabat sebagai seorang pejabat, Much Adietya Lesmana kini harus menghadapi konsekuensi hukum yang berat. Ia resmi didakwa berdasarkan Pasal 378 KUHP pada dakwaan pertama terkait penipuan, dan Pasal 372 KUHP pada dakwaan kedua terkait penggelapan. Sidang yang penuh ketegangan ini akan segera dilanjutkan dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi kunci dalam waktu dekat untuk mengungkap lebih dalam lagi jaringan dan motif di balik skandal ini.
Dapatkan juga berita teknologi terbaru hanya di newtechclub.com