JAKARTA, Exposenews.id – Sebuah insiden ledakan mengguncang lingkungan SMAN 72 Jakarta, Kelapa Gading, pada Jumat (7/11/2025) siang. Pasca ledakan, aparat kemudian menemukan sebuah senjata yang awalnya diduga sebagai air soft gun. Namun, yang membuat publik tercengang, ternyata benda ini penuh dengan tulisan dan simbol yang merujuk pada ideologi ekstremis global!
Bukan Senjata Api, Tapi Ancaman Simbolis
Wakil Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Wamenkopolhukam), Lodewijk Freidrich Paulus, dengan cepat turun tangan dan langsung memastikan bahwa laras panjang yang ditemukan itu bukanlah senjata api sungguhan. “Ya, ada gambar itu, tapi ternyata senjata mainan. Setelah kami cek itu senjata mainan,” tegas Lodewijk di lokasi kejadian. Meskipun demikian, penemuan benda menyerupai senjata ini justru menyita perhatian karena polisi menemukan adanya sejumlah tulisan dan simbol yang identik dengan ideologi ekstremis yang sangat mengkhawatirkan.
Analisis Pakar: Terungkapnya Jaringan Inspirasi Teroris Global
Kemudian, pakar terorisme dan intelijen, Ridlwan Habib, angkat bicara untuk mengungkap makna di balik tulisan-tulisan misterius tersebut. Berdasarkan analisinya terhadap foto yang beredar, Ridlwan menyatakan bahwa senjata mainan itu justru bertuliskan sejumlah nama pelaku teror dunia yang sangat terkenal karena kekejamannya. “Brenton Tarrant, pelaku teror di New Zealand, Selandia Baru, itu 51 orang korbannya. Alexandre Bissonnette, itu pelaku penyerangan teror di masjid Kanada, lalu ada satu lagi teroris nazi di Itali, Luca Traini,” papar Ridlwan Habib dengan jelas. “Oleh karena itu, jika benar air soft gun ini milik pelaku, maka kita bisa simpulkan bahwa pelakunya ini dengan sengaja menuliskan nama-nama pelaku teror di luar negeri sebagai idola,” sambungnya mempertegas.
Visual yang Viral: Tulisan “14 Words” dan “Welcome to Hell”
Selain itu, dalam foto yang telah viral di media sosial, termasuk akun Instagram @jakut24jam, publik bisa melihat dengan jelas senjata berwarna hitam itu dihiasi tulisan putih yang mencolok. Pada bagian selongsong, terpampang tulisan “14 Words. For Agartha”, sementara di badan senjata, tertulis dengan jelas “Brenton Tarrant. Welcome to Hell”. Tulisan-tulisan inilah yang kemudian memicu investigasi lebih lanjut dari para ahli.
Menguak Kode “14 Words”: Slogan Rasial yang Mengglobal
Lalu, apa sebenarnya arti dari “14 Words” yang terpampang begitu jelas? Melansir laman Library of Congress Amerika Serikat (AS), istilah “14 Words” ternyata dikenal luas sebagai slogan sentral dari ideologi supremasi kulit putih. Sangat mengkhawatirkan, slogan ini sering kali dikaitkan dengan gerakan terorisme internasional.
Kalimat lengkapnya yang mengerikan berbunyi, “We must secure the existence of our people and a future for white children.” Patut diketahui, slogan berbahaya ini awalnya dibuat oleh David Lane, seorang anggota kelompok ekstrem kanan Amerika bernama The Order pada era 1980-an.
Selanjutnya, angka 14 sendiri sengaja dirujuk sebagai jumlah kata dalam kalimat tersebut. Akhirnya, simbol ini pun menjelma menjadi kode rahasia di kalangan kelompok rasis, neo-Nazi, dan ekstremis sayap kanan di seluruh dunia.
Dari Mitos ke Ideologi: Penyalahgunaan Makna “Agartha”
Sementara itu, istilah “Agartha” yang tertulis bersanding dengan “14 Words” justru berasal dari mitologi esoterik dan teori Hollow Earth atau bumi berongga. Dikutip dari Encyclopaedia Britannica, istilah ini sebenarnya muncul dalam mitologi mistik Timur, khususnya dalam versi cerita Tibet, India, dan teori okultisme Eropa abad ke-19, yang menggambarkan Agartha sebagai sebuah peradaban murni yang tersembunyi di dalam bumi. Akan tetapi, dalam era modern yang penuh dengan narasi kebencian, mitos Agartha ini secara sengaja diselewengkan oleh para ideolog ekstremis sayap kanan global. Akibatnya, beberapa kelompok supremasi kulit putih kini menafsirkan Agartha sebagai simbol tatanan dunia “murni”, yang mereka yakini sedang terancam oleh keberagaman, globalisme, dan imigrasi.
Profil Teroris Idola: Brutalnya Brenton Tarrant di Christchurch
Kemudian, mari kita mengingat kembali sosok Brenton Tarrant, yang namanya terpampang paling mencolok pada senjata tersebut. Tarrant bukanlah orang sembarangan; ia adalah otak dari penembakan massal brutal di dua masjid di Christchurch, Selandia Baru, pada 15 Maret 2019. Dengan keji, ia menyerang Masjid Al Noor dan Linwood Islamic Centre, aksi yang menewaskan 51 orang tak bersalah serta melukai 89 lainnya. Yang lebih membuat dunia murka, selama melakukan aksinya, Tarrant dengan bangga menyiarkan serangan itu secara langsung di media sosial dan sempat berencana menyerang masjid ketiga sebelum akhirnya polisi berhasil menangkapnya. Tragedi mengerikan ini hingga kini tercatat sebagai salah satu peristiwa paling kelam dalam sejarah damai Selandia Baru.
Rentetan Kekejaman: Alexandre Bissonnette dan Teror di Kanada
Selain Tarrant, nama Alexandre Bissonnette juga ikut menghiasi senjata mainan itu. Bissonnette dikenal sebagai pelaku penembakan massal yang terjadi di masjid Kota Quebec, Kanada, pada 29 Januari 2017. Serangan biadabnya menyebabkan kematian enam orang dan melukai lima lainnya. Pada saat kejadian, ia adalah seorang mahasiswa berusia 27 tahun yang digambarkan memiliki pandangan anti-imigran dan sangat konservatif. Lebih lanjut, ia juga dilaporkan sering mengunjungi situs-situs Islamofobia sebelum akhirnya memutuskan untuk melancarkan aksinya. Atas kejahatannya yang keji, ia kemudian didakwa atas pembunuhan tingkat pertama dan percobaan pembunuhan, lalu dijatuhi hukuman penjara seumur hidup oleh pengadilan. Peristiwa tragis yang dilakukannya tersebut menjadi salah satu serangan teror paling mematikan dalam sejarah modern Kanada.
Motif Rasial di Italia: Aksi Penembakan Luca Traini
Terakhir, nama Luca Traini turut melengkapi deretan teroris idola pelaku. Traini adalah otak di balik penembakan massal bermotif rasis yang terjadi di kota Macerata, Italia, pada 3 Februari 2018. Dalam aksinya, ia dengan kejam menembaki enam imigran berkulit hitam dari Afrika sub-Sahara. Serangan ini terjadi menyusul penangkapan seorang migran Nigeria terkait pembunuhan seorang wanita Italia. Saat ditangkap, Traini dengan terang-terangan menunjukkan motif ekstrem kanannya dengan memberikan hormat fasis dan mengenakan bendera Italia. Ia diketahui memiliki afiliasi politik sayap kanan ekstrem, pernah menjadi kandidat bagi partai Northern League, dan merupakan mantan anggota partai neo-fasis. Akhirnya, atas kejahatan yang diperparah dengan tujuan rasisme, Luca Traini dijatuhi hukuman 12 tahun penjara.
Update Kondisi Pelaku: Masih Kritis dan Dioperasi
Sementara itu, di tempat terpisah, Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad memberikan keterangan terbaru mengenai kondisi terduga pelaku ledakan SMAN 72 Kelapa Gading. Hingga Jumat malam, ia menyatakan bahwa pelaku masih menjalani operasi akibat luka-luka parah yang dideritanya. “Saya mendapat informasi (pelaku) masih dalam dioperasi. Iya masih dioperasi,” ujar Dasco di RS Islam Cempaka Putih, Jakarta Pusat. “Kalau yang dioperasi karena luka-lukanya cukup parah, ada yang di rahang, di kepala dan ada yang di muka,” imbuhnya memperjelas kondisi kritis tersangka.
Pengawalan Ketat: Polsi Jaga Keamanan Rumah Sakit
Sebagai bentuk perlindungan, Polres Metro Jakarta Pusat saat ini memberikan pendampingan penuh terhadap korban ledakan di SMAN 72 Jakarta yang dirawat di RS Pertamina Cempaka Putih, Jakarta Pusat. Selain itu, sejumlah personel kepolisian juga diperintahkan untuk berjaga ketat di area RS Pertamina Cempaka Putih. Tujuannya jelas, untuk memastikan keamanan serta kenyamanan proses perawatan semua korban dan tersangka dapat berlangsung tanpa gangguan.
Dapatkan juga berita teknologi terbaru hanya di newtechclub.com
