BLACK RIVER, Exposenews.id – Bayangkan saja, gereja-gereja berantakan, atap rumah beterbangan bagai daun kering, kaca jendela berhamburan pecah, dan jalanan berubah menjadi lautan puing. Secara mengejutkan, itulah pemandangan suram yang langsung menyambut warga pesisir barat daya Jamaika setelah Badai Melissa menghajar wilayah mereka dengan amarah yang tak terkira.
“Benar-benar hancur lebur, tidak ada yang tersisa,” ungkap petugas Warrell Nicholson kepada AFP dengan suara lirih, ia berbicara dari kantor polisi Black River yang juga rusak, namun pada kenyataannya, masih mereka gunakan sebagai tempat berlindung darurat bagi warga yang trauma. Selanjutnya, foto dan video yang beredar dari lokasi dengan jelas mempertontonkan pohon-pohon tumbang menimpa segala sesuatu, mobil-mobil hancur tak berbentuk, kabel listrik putus bergelantungan, dan rumah-rumah warga yang roboh menjadi tumpukan kayu.
Di sisi lain, proses penilaian kerusaan justru berjalan sangat lambat. Alasannya jelas, listrik dan jaringan komunikasi lumpuh total di sebagian besar negara pulau Karibia yang malang ini.
Puncak Keganasan Badai Melissa yang Menghancurkan

Tanpa ampun, Badai Melissa menghantam Jamaika sebagai badai kategori tinggi. Anginnya meraung dengan kecepatan fantastis, mencapai 295 kilometer per jam! Bahkan lebih parah lagi, hujan deras seperti ditumpahkan dari langit menyapu wilayah pesisir dan pada akhirnya menciptakan ancaman besar yang langsung mengintai nyawa warga.
Contohnya, di dekat pantai Black River, seorang warga bernama Andrew Houston Moncure memutuskan untuk berlindung di kamar mandi rumahnya. Bersama-sama, ia, istri, dan putra mereka yang baru berusia 20 bulan berusaha bertahan. Dengan sigap, ia menyiapkan bantal dan selimut sebagai tameng dari terjangan badai di luar.
“Ini bukan badai pertama yang saya alami, namun percayalah, tidak pernah seburuk ini,” ujarnya kepada AFP. “Sungguh, itu adalah pengalaman paling menakutkan dalam hidup saya, apalagi dengan anak kecil. Tekanan udaranya sangat rendah sampai-sampai kami sulit bernapas, dan suaranya… persis seperti kereta barang yang terus menerus menabrak rumah kami,” katanya dengan suara bergetar penuh ketakutan.
Duka dan Kerusakan di Seluruh Penjuru Negeri
Lebih lanjut, Moncure bercerita bahwa atap dapur hotel di kawasan itu sudah terlempar entah ke mana. Meskipun demikian, para pemilik hotel dengan heroik tetap berupaya menyiapkan dan membagikan makanan bagi warga yang kelaparan sebelum bahan pangan mereka rusak total.
“Kamilah yang beruntung,” akunya dengan perasaan campur aduk. “Coba lihat ke arah bukit, rumah-rumah papan sana sudah rata dengan tanah. Jelas sekali, perjalanan pulih untuk kami semua akan sangat panjang dan berliku.”
Benar-benar di luar dugaan, Badai Melissa ternyata memusnahkan hampir semua yang dilewatinya. Misalnya, di Seaford Town, restoran milik Christopher Hacker yang terletak di perbukitan Jamaika barat juga hancur total tanpa sisa. “Semuanya musnah, tidak terselamatkan,” keluhnya kepada AFP. Sebagai seorang petani, ia dengan sedih menunjukkan foto ladang pisangnya yang kini juga rata dengan tanah, menghancurkan mata pencahariannya. “Dengan terpaksa, butuh waktu dan tenaga yang sangat besar untuk bisa bangkit dari bencana mengerikan ini,” ujarnya pasrah.
Tanggapan Darurat dan Kondisi Infrastruktur yang Kolaps
Sementara itu, dari pihak berwenang, Kepala Divisi Saint Elizabeth Kepolisian Jamaika, Coleridge Minto, menegaskan bahwa situasi di daerahnya sangatlah parah. “Bencana adalah istilah yang terlalu ringan untuk menggambarkan ini,” tegasnya dalam keterangan resmi. “Oleh karena itu, kami membutuhkan semua bantuan yang bisa diberikan oleh siapapun.”
Merespon hal ini, Perdana Menteri Jamaika Andrew Holness langsung menetapkan pulau tropis tersebut sebagai “daerah bencana”. Faktanya, kekuatan Melissa menyamai rekor badai terdahsyat yang pernah melanda daratan sejak 1935, menunjukkan betapa hebatnya kekuatan alam ini.
Akibatnya, sekitar 70 persen wilayah Jamaika kini terperangkap dalam kegelapan tanpa aliran listrik. Di Bluefields, Houston Moncure mengungkapkan kenyataan pahit bahwa warga kini harus menggunakan truk pikap untuk mengisi daya ponsel dan router portabel Starlink mereka. “Generator kami tertimpa pohon. Pada intinya, tidak ada komunikasi sama sekali. Hanya Starlink yang masih bisa diandalkan,” ujarnya, sambil menyebut kondisi saat ini sebagai bencana besar sesungguhnya. “Hari ini, fokus kami hanya satu: menjaga satu sama lain dan bertahan sebaik mungkin,” tambahnya penuh semangat juang.
Harapan di Tengah Reruntuhan
Walaupun Badai Melissa telah meninggalkan Jamaika pada Selasa (28/10/2025) malam, sisa-sisa amarahnya masih terus mengguyur wilayah itu sementara badai bergerak mengancam Kuba. Di Kuba sendiri, rumah-rumah sudah dilaporkan terendam, jalan-jalan tertutup, dan infrastruktur mengalami kerusakan berat.
Di pihak pemerintah, Menteri Jamaika Desmond McKenzie, yang memimpin upaya tanggap darurat, menyampaikan kabar buruk bahwa kerusakan parah juga terjadi di beberapa rumah sakit. Ia mengakui dengan jujur bahwa pemulihan akan menjadi proses yang panjang dan sulit.
Namun, di balik semua kesuraman ini, muncul sebuah kabar yang penuh harapan dan menghangatkan hati. “Tiga bayi lahir dengan selamat di tengah teriakan badai,” ungkap McKenzie dalam konferensi pers. “Kita adalah negara yang kuat,” serunya penuh keyakinan. “Jadi, terlepas dari semua tantangan berat yang kita hadapi, saya yakin kita akan mampu melewatinya bersama-sama.”
Dapatkan juga berita teknologi terbaru hanya di newtechclub.com

 
							










