MAKASSAR, Exposenews.id – Langsung menggemparkan para pedagang, pernyataan Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa soal rencana pemberantasan impor baju bekas atau thrifting akhirnya memantik reaksi keras. Dengan wajah penuh kekhawatiran, para pedagang di Pasar Cakar Toddopuli, Jalan Toddopuli Raya, Kecamatan Panakkukang, Kota Makassar, secara spontan menyuarakan kepanikan mereka pada Senin (27/10/2025). Mereka yakin, kebijakan pelarangan ini akan secara paksa mematikan usaha yang telah menghidupi mereka selama bertahun-tahun.
Suara Hati Pedagang Veteran
Selanjutnya, suara kepedihan terlontar dari seorang pedagang veteran, Hj Hartati (60). Perempuan yang telah menggeluti dunia jual-beli pakaian bekas selama dua dekade ini merasa pemerintah secara tiba-tiba akan merugikan mata pencahariannya. “Kami jelas-jelas dirugikan! Lalu, apa lagi yang mau kami jual? Dari dulu, kami cuma mengandalkan jualan cakar (pakaian bekas) ini. Kalau sampai tutup (dilarang), kami mau jual apa lagi?” ungkapnya dengan nada frustrasi saat diwawancarai pada Senin petang. Lebih lanjut, Hartati menekankan bahwa seluruh kehidupan dirinya dan satu orang anaknya sepenuhnya bergantung pada penjualan pakaian bekas ini. Meskipun aturan baru akan diterbitkan, ia tetap berharap pemerintah secara bijak dapat memberikan solusi nyata agar para pedagang kecil seperti dirinya bisa terus mencari nafkah.
Selain itu, dengan penuh emosi ia menambahkan, “Yang pasti, kami tidak pernah dimodali pemerintah. Semua modal berasal dari keringat kami sendiri, inilah penghidupan kami. Lalu, kalau nanti ada larangan, kita mau bagaimana? Bisakah pemerintah menjamin hidup kami? Harapan kami, janganlah ditutup begitu saja. Kami minta solusinya, apa pun solusi itu,” tuturnya dengan suara lirih penuh harap.
Kepatuhan dengan Catatan dan Tuntutan Logika
Di sisi lain, pedagang lain, Iwan (44), menyampaikan aspirasinya dengan nada lebih diplomatis. Ia mengklaim siap mematuhi aturan pemerintah jika larangan impor benar-benar diberlakukan. Akan tetapi, ia secara tegas menuntut adanya jalan keluar yang jelas bagi para pedagang kecil. “Sebagai warga negara yang baik, saya akan ikuti dan patuhi aturan pemerintah. Kalau memang melarang, ya kita ikuti. Namun, perlu dicatat bahwa kami para pedagang sudah telanjur berdagang puluhan tahun, bahkan secara turun-temurun. Ini sudah menjadi mata pencarian utama,” bebernya dengan detail.
Tak berhenti di situ, Iwan juga meminta penjelasan logis dari pemerintah terkait alasan mendasar di balik pelarangan impor pakaian bekas. “Tetapi, kami juga minta solusinya bagaimana. Itu harus ada! Prinsipnya, kalau ada kebijakan, harus ada solusi, itu yang kami minta. Sebenarnya, apa sih dasar pemerintah melarang?” tanyanya dengan penuh rasa ingin tahu. Lebih jauh, Iwan memberikan analisisnya; ia menilai penyebab matinya industri garmen lokal sama sekali bukan berasal dari bisnis thrifting. Justru, ancaman sesungguhnya datang dari membanjirnya pakaian baru impor yang masuk ke Indonesia.
“Kalau dasarnya dianggap merugikan garmen lokal, harusnya dicek dan diteliti dulu. Ini terasa seperti kebijakan politik. Penyebab utamanya bukan thrifting, sebenarnya. Yang benar-benar membunuh garmen lokal itu adalah pakaian baru impor dari China, jelas-jelas itu yang membanjiri Indonesia,” katanya dengan yakin.
Thrifting Sebagai Jalur Survival dan Penyemangat Industri
Sementara itu, dari sudut pandang berbeda, pedagang lainnya, Darul Amri (36), menilai usaha pakaian bekas justru merupakan strategi survival bagi masyarakat kecil. Ia menjelaskan bahwa bisnis thrifting menjadi pelampiasan di tengah himpitan ekonomi yang semakin sulit. “Faktanya, rata-rata pedagang thrifting berasal dari pekerja rumahan atau buruh dengan gaji pas-pasan. Mereka berusaha mencari tambahan penghasilan di saat lapangan pekerjaan terbatas dan monopoli modal dikuasai oleh pedagang besar,” ucapnya dengan semangat.
Oleh karena itu, Darul mengajak pemerintah untuk melihat fenomena ini dari kacamata yang berbeda. “Alangkah baiknya jika Purbaya melihat keberadaan pedagang thrifting sebagai persaingan ekonomi yang sehat. Persaingan ini justru akan memacu industri dalam negeri untuk melakukan perbaikan produk dan meningkatkan kualitas bahan pakaian lokal,” tambah Darul dengan argumentasi yang tajam.
Aturan Baru dan Operasi Pengawasan Diperketat
Di tengah gejolak yang terjadi, diketahui bahwa Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa memang sedang mempersiapkan aturan baru untuk memberantas impor pakaian bekas ilegal. Purbaya sendiri menyatakan bahwa aturan baru tersebut akan segera terbit dalam waktu dekat. Aturan ini nantinya akan secara signifikan memperketat pengawasan serta memperberat penindakan bagi para importir nakal.
Menurut analisanya, aturan yang berlaku saat ini dinilai masih terlalu lemah dari segi sanksi. Akibatnya, para pelaku masih berani mengimpor pakaian bekas secara besar-besaran. Sementara itu, sebagai langkah antisipasi, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai terus melakukan operasi pengawasan di lapangan, terutama di pelabuhan-pelabuhan yang menjadi pintu masuk utama barang impor. Semua penindakan ini dilakukan dengan satu tujuan utama: agar pakaian bekas impor tidak mematikan usaha pakaian lokal. Memang, belakangan ini Indonesia kembali dibanjiri oleh pakaian bekas dari luar negeri, seiring dengan menjamurnya gaya hidup thrifting di kalangan anak muda.
Dapatkan juga berita teknologi terbaru hanya di newtechclub.com












