GAZA, Exposenews.id – Dalam sebuah insiden yang benar-benar mengguncang, Tentara Israel dengan tragis menembak mati sedikitnya sembilan warga Palestina. Aksi brutal ini terjadi ketika para korban sedang berusaha kembali ke rumah mereka yang hancur di Gaza utara dan Khan Younis selatan, tepat pada hari Selasa (14/10/2025). Akibatnya, insiden berdarah ini seketika menjadi pelanggaran besar pertama sejak gencatan senjata Gaza yang ditengahi Amerika Serikat (AS) akhirnya mulai berlaku. Sungguh, situasi yang baru saja tenang langsung berubah menjadi horor.
Selanjutnya, Presiden AS Donald Trump langsung angkat bicara dengan menyatakan bahwa Hamas telah memberikan jaminan kepada mediator AS bahwa mereka akan segera melucuti senjata. Namun, dia juga dengan tegas memperingatkan, jika kelompok Palestina itu ternyata gagal melakukannya, AS tidak akan segan untuk turun tangan dan mungkin akan menggunakan kekuatan. Di sisi lain, Israel justru mengambil langkah kontroversial dengan memberi tahu Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) bahwa pihaknya hanya akan mengizinkan separuh dari jumlah truk bantuan kemanusiaan yang telah disepakati untuk memasuki Gaza. Alasan yang dikemukakan oleh Israel cukup mengejutkan: mereka menuduh Hamas terlalu lamban dalam mengembalikan jenazah para tawanan, seperti yang telah diberitakan secara luas oleh Al Jazeera.
Sebagai konteks, perang dua tahun yang menghancurkan di Gaza telah memakan korban jiwa yang sangat besar, dengan sedikitnya 67.913 orang tewas dan 170.134 orang luka-luka sejak konflik ini pecah pada Oktober 2023. Sementara itu, di pihak Israel, sebanyak 1.139 orang tewas dalam serangan pada 7 Oktober 2023 yang lalu, dan sekitar 200 orang sempat disandera. Data-data mengerikan ini jelas menunjukkan betapa dalamnya luka yang ditinggalkan oleh konflik berkepanjangan ini.
Kemudian, sebagai bentuk pembelaan, militer Israel dengan lantang mengeklaim bahwa mereka terpaksa melepaskan tembakan pada hari Selasa itu untuk menanggapi ancaman dari sekelompok orang yang mendekati posisi pasukan mereka di Gaza utara. Akan tetapi, klaim militer ini langsung dibantah keras oleh otoritas kesehatan setempat yang dengan tegas menyebut bahwa justru beberapa warga sipil tak berdosa yang menjadi korban akibat tembakan membabi-buta tersebut. Menurut pernyataan resmi militer Israel, orang-orang yang ditembak itu dituding telah melintasi batas wilayah yang ditetapkan sebagai zona penarikan mundur Israel berdasarkan kesepakatan gencatan senjata yang ditengahi AS. Jadi, timbul pertanyaan besar: apakah warga yang hanya ingin pulang ini benar-benar merupakan ancaman?
Sebelum insiden penembakan ini terjadi, suasana sebenarnya sempat menunjukkan titik terang. Sehari sebelumnya, Hamas telah membebaskan sandera Israel terakhir yang masih hidup dari Gaza, sementara pada saat yang bersamaan, Israel juga memulangkan beberapa bus yang penuh berisi tahanan Palestina sesuai dengan butir-butir perjanjian damai yang telah disepakati. Kemudian, momen yang sempat memberikan harapan terjadi ketika Presiden AS Donald Trump dengan optimis mendeklarasikan berakhirnya perang dua tahun yang telah mengguncang kawasan Timur Tengah secara luas. Sayangnya, euforia perdamaian itu kini tercoreng oleh noda darah kesembilan warga Palestina yang hanya ingin menengok sisa-sisa rumah mereka.
Dapatkan juga berita teknologi terbaru hanya di newtechclub.com