Exposenews.id – Seorang guru SD di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), NTT, yang berinisial YN (51), akhirnya harus berurusan dengan polisi. Tanpa ampun, pihak kepolisian langsung menetapkan dan menahannya setelah ia diduga keras menganiaya seorang siswanya hingga meregang nyawa. Sungguh miris, kasus kekerasan terhadap anak ini ternyata dipicu oleh alasan yang sangat sepele: sang korban tidak mengikuti geladi upacara dan absen dari sekolah.
Kronologi Kebrutalan Guru di Lapangan Sekolah
Pada Jumat, 26 September 2025 silam, sekitar pukul 12.00 Wita, tragedi memilukan ini mulai terungkap. Saat itu, di halaman SD Inpres One, Desa Poli, YN yang berprofesi sebagai guru olahraga, secara emosional mengumpulkan RT dan sembilan teman sekelasnya. Tanpa berpikir panjang, ia kemudian menghakimi sendiri para siswa tersebut hanya karena mereka tidak menghadiri gladi upacara hari Sabtu dan tidak masuk sekolah pada hari Minggu. Dalam kemarahannya yang tak terbendung, YN malah mengambil sebuah batu dan dengan sadis menghujamkannya ke kepala RT sebanyak empat kali! Bahkan, ia juga tak segan-segan memukul kepala sembilan siswa lainnya dengan cara yang sama. Akibatnya, suasana halaman sekolah yang seharusnya ramah, berubah menjadi tempat yang mencekam.
Kondisi Korban Memburuk dan Akhirnya Meninggal Dunia
Setelah mengalami penganiayaan keji itu, RT pun pulang ke rumah dalam kondisi yang sangat lemah. Dengan wajah penuh kesakitan, ia terus-menerus mengeluhkan rasa nyeri hebat di kepalanya. Keesokan harinya, pada Sabtu (27/9), demam tinggi menghinggapinya sehingga ia tidak bisa berangkat sekolah. Pada saat itulah, ia akhirnya bercerita kepada bibinya, Sarlina Toh, yang selama ini merawatnya dengan penuh kasih. Dengan suara lirih, RT mengaku bahwa gurunya, YN, telah memukul kepalanya menggunakan batu.
Kondisi RT terus memburuk dari hari ke hari. Pada Senin (29/9), demam dan sakit kepalanya kambuh dengan intensitas yang lebih parah. Sarlina yang khawatir lalu memeriksa kepala keponakannya itu dan terkejut melihat bengkak serta memar yang jelas terlihat. Korban sempat meminta bibinya untuk memijat kepalanya, dan di situlah Sarlina menemukan sebuah benjolan besar. Sayangnya, kondisi kesehatan RT semakin tidak stabil. Pada Kamis (2/10) pagi, Sarlina dan kerabatnya, Margarita Tanaem, dengan sigap merawat RT di rumah karena sang korban sendiri menolak untuk dibawa ke puskesmas. Suhu tubuh RT semakin meninggi hingga akhirnya ia mulai berbicara sendiri layaknya orang yang tidak waras. Di sore harinya, tepatnya sekitar pukul 18.00 Wita, nafas RT pun berhenti untuk selamanya di pangkuan Margarita. Jenazahnya kemudian dimakamkan di pekuburan umum desa setempat pada Minggu (5/10/2025).
Laporan Keluarga dan Penetapan Tersangka
Keluarga korban yang merasa ada kejanggalan dalam kematian RT, akhirnya mengambil sikap. Mereka pun melaporkan insiden tragis ini ke Polsek Boking pada Kamis (9/10/2025). Setelah laporan itu diterima, penyidik dari Polsek Boking dan Satreskrim Polres TTS langsung bergerak cepat. Mereka segera memeriksa sejumlah saksi, termasuk menanyai YN. Selain itu, polisi juga melakukan olah TKP dan gelar perkara untuk mengungkap kebenaran. Berdasarkan penyelidikan yang mendalam, pihak kepolisian akhirnya menetapkan YN sebagai tersangka dengan dakwaan tindak pidana penganiayaan anak yang berujung pada kematian.
Motif Penganiayaan dan Barang Bukti yang Disita
Dari hasil pemeriksaan yang dilakukan, motif di balik tindakan brutal YN ini diduga kuat berasal dari rasa marahnya terhadap para murid yang dianggapnya tidak disiplin karena mangkir dari kegiatan sekolah. Sebagai barang bukti pendukung, polisi berhasil menyita pakaian sekolah yang dikenakan korban saat kejadian. Bahkan, batu yang digunakan pelaku untuk memukul kepala korban juga berhasil diamankan. Untuk itu, YN kini dijerat dengan Pasal 80 ayat (3) UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Pasal ini mengancamnya dengan hukuman maksimal 15 tahun penjara dan denda hingga Rp 3 miliar.
Proses Autopsi dan Kelanjutan Hukum
Guna memastikan penyebab kematian korban secara pasti, pada Sabtu (11/10/2025), Satreskrim Polres TTS bersama tim dokter Rumah Sakit Bhayangkara Kupang melakukan ekshumasi dan autopsi terhadap jenazah RT di TPU Desa Poli. Saat ini, semua pihak masih menunggu dengan cemas hasil lengkap dari autopsi tersebut. Nantinya, hasil autopsi akan dilampirkan dalam berkas perkara sebelum segera dikirim ke JPU. Kapolres TTS, AKBP Hendra Dorizen, menegaskan komitmennya untuk menindak tegas setiap bentuk kekerasan terhadap anak di lingkungan sekolah, terlebih yang berakhir dengan korban jiwa. “Anak-anak harus kita lindungi, bukan justru kita jadikan korban kekerasan di sekolah,” tegasnya.
Dapatkan juga berita teknologi terbaru hanya di newtechclub.com