Exposenews.id – Mulai 1 November 2025, Pemerintah Malaysia secara resmi menggebrak dengan menaikkan cukai untuk rokok dan minuman beralkohol. Namun, yang mengejutkan, langkah ini ternyata menuai kritik karena dinilai masih terlalu “lunak”!
Rincian Kenaikan Cukai: Dari Rokok Hingga Alkohol
Pertama-tama, mari kita lihat apa saja yang berubah. Pada intinya, pemerintah memberlakukan kenaikan cukai rokok sebesar 2 sen Ringgit Malaysia (sekitar Rp 800) per batang. Selanjutnya, untuk produk tembakau lain seperti cerutu, cheroot, dan cigarillos, pemerintah mengenakan kenaikan signifikan sebesar 40 Ringgit (sekitar Rp 150.000) per kilogram. Tak ketinggalan, produk tembakau berpemanas (HTP) juga tidak luput dari incaran, dengan kenaikan cukai sebesar 20 Ringgit Malaysia (Rp 78.000) per kilogram kandungan tembakau. Sementara itu, untuk minuman beralkohol, cukai ikut dinaikkan sebesar 10 persen.
Lalu, apa sebenarnya tujuan di balik keputusan ini? Perdana Menteri Anwar Ibrahim dengan tegas menyatakan bahwa kebijakan ini merupakan bagian dari strategi besar pemerintah untuk mendorong gaya hidup yang lebih sehat bagi seluruh rakyat Malaysia. Yang lebih menarik lagi, Anwar mengungkapkan bahwa semua pendapatan tambahan yang dihasilkan dari cukai tembakau dan alkohol ini akan langsung disalurkan ke Kementerian Kesehatan. “Termasuk,” tegasnya di hadapan parlemen pada Jumat (10/10/2025), “dana tersebut akan dialokasikan untuk program inisiatif kesehatan paru-paru serta pengobatan penyakit diabetes dan jantung.”
Di sisi lain, sebagai bentuk keseimbangan, pemerintah justru memperpanjang pembebasan bea masuk dan pajak penjualan untuk produk terapi pengganti nikotin, seperti semprotan dan permen nikotin. Alhasil, kebijakan ini memperpanjang insentif hingga 31 Desember 2027, yang jelas-jelas bertujuan untuk memudahkan masyarakat yang ingin berhenti merokok.
Kritik Tajam: Kenaikan Cukai Dinilai Masih “Setengah Hati”
Namun, tunggu dulu! Di balik niat baik pemerintah, ternyata muncul suara kritis yang justru menyoroti kelemahan kebijakan ini. Contohnya, lembaga pemikir Galen Centre for Health and Social Policy menilai keputusan menaikkan cukai rokok hanya 2 sen per batang sebagai langkah yang “setengah hati”. Mereka berargumen bahwa kenaikan cukai seharusnya jauh lebih besar, yakni mencapai 77 sen Ringgit Malaysia (sekitar Rp 3.000) per batang. Dampaknya, langkah berani ini akan meningkatkan porsi pajak hingga 61 persen dan menyuntikkan pendapatan negara sekitar 771,8 juta Ringgit Malaysia (sekitar Rp 3 triliun).
Mengapa hal ini penting? Faktanya, cukai rokok di Malaysia terakhir kali dinaikkan pada September 2014, dari 28 sen menjadi 40 sen per batang. Akibatnya, kondisi saat ini menunjukkan bahwa cukai tembakau hanya mencakup 58,6 persen dari harga eceran. Padahal, angka ini masih jauh di bawah rekomendasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang mensyaratkan 75 persen. “Seberapa besar dampak kenaikan dua sen itu sebenarnya?” tandas CEO Galen Centre, Azrul Khalib, dengan nada skeptis.
Beban Negara yang Ternyata Jauh Lebih Besar
Lebih dalam lagi, Azrul kemudian membeberkan data yang mencengangkan. Ternyata, Malaysia harus menghabiskan dana hingga 16 miliar Ringgit Malaysia (Rp 62 triliun) setiap tahunnya hanya untuk menangani penyakit-penyakit mematikan yang terkait dengan rokok, seperti penyakit jantung dan kanker paru. Bayangkan, untuk setiap 1 Ringgit Malaysia (Rp 3.900) yang berhasil dikumpulkan dari cukai tembakau, negara justru harus mengeluarkan 4 Ringgitnya (Rp 15.700) untuk mengobati penyakit yang dipicu oleh rokok! Rasio yang sangat timpang ini jelas membebani keuangan negara.
Oleh karena itu, Galen Centre mendesak pemerintah untuk tidak berhenti pada sekadar menaikkan cukai. Mereka mendorong dibentuknya skema asuransi kesehatan dan sosial nasional yang diperkirakan dapat menghasilkan dana segar sekitar 6 miliar Ringgit Malaysia (Rp 23 triliun) per tahun. Dana sebesar ini tentu bisa dimanfaatkan untuk memperkuat layanan kesehatan universal, merawat populasi lansia, dan menanggulangi krisis penyakit tidak menular yang semakin mengancam.
Sayangnya, harapan itu sepertinya belum diwujudkan dalam anggaran kali ini. “Sayangnya, komitmen itu tidak terdengar dalam anggaran kali ini,” keluh Azrul dengan nada kecewa. “Sekali lagi, kita menunda masalah ini.” Kritik pedas ini menyiratkan bahwa meski langkah kenaikan cukai patut diapresiasi, namun esensi dari perlindungan kesehatan jangka panjang dan pembiayaan berkelanjutan untuk sektor kesehatan masih perlu menjadi perhatian utama pemerintah ke depannya.
Dapatkan juga berita teknologi terbaru hanya di newtechclub.com