Exposenews.id – Dalam sebuah peringatan tegas yang langsung menyita perhatian, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa secara khusus mengingatkan lima bank dalam Himpunan Bank Milik Negara (Himbara). Beliau dengan gamblang melarang mereka menggunakan dana pemerintah senilai Rp 200 triliun untuk membeli dollar AS. Sebaliknya, Purbaya menegaskan bahwa dana segar tersebut harusnya dialokasikan untuk menyalurkan kredit ke sektor-sektor produktif yang akhirnya dapat mendorong perekonomian nasional kita. Peringatan keras ini beliau sampaikan dalam forum Investor Daily Summit 2025 di Jakarta, Jumat (10/10/2025), setelah beliau meninjau langsung realisasi penyerapan dana pemerintah di sektor perbankan.
Ancaman “Sikat” dan Strategi Penyaluran Kredit
Selanjutnya, Purbaya pun membeberkan detail kebijakannya. Ternyata, Kementerian Keuangan sebelumnya telah menempatkan dana pemerintah yang sangat fantastis, yakni Rp 200 triliun, di lima bank Himbara. Kelima bank pilihan tersebut adalah Bank Mandiri, Bank Negara Indonesia (BNI), Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Tabungan Negara (BTN), dan Bank Syariah Indonesia (BSI). Dengan nada bercanda namun penuh makna, Purbaya menyampaikan ancaman serunya, “Sebetulnya operasi keuangan saya enggak ada urusan uangnya mau ditaruh di mana, yang penting jangan beli dollar ya. Kalau beli dollar saya sikat dia.” Menurut penjelasannya, tujuan utama dari penempatan dana ini sebenarnya untuk memperluas akses pembiayaan bagi masyarakat sekaligus menjaga likuiditas perekonomian agar tetap stabil. Tak lupa, beliau juga memberikan contoh nyata dampak positif dari kebijakan ini. Setelah mendapatkan suntikan dana tersebut, pertumbuhan kredit di Bank Mandiri berhasil melesat dari 8 persen menjadi 11 persen. Bahkan, Purbaya juga mengisahkan bahwa pihak Bank Mandiri pernah menanyakan apakah dana tersebut boleh dipinjamkan ke sektor properti dan otomotif. “Terus dia tanya ke saya boleh enggak saya kasih pinjem uang itu ke properti dan otomotif, saya bilang boleh saja,” kata Purbaya dengan santai. Hal ini menunjukkan fleksibilitas dalam penggunaannya asalkan tetap untuk sektor produktif.
Lalu, bagaimana dengan pembagian dananya? Ternyata, alokasi dana Rp 200 triliun itu dibagikan dengan formula yang jelas, yaitu sesuai dengan kategori Kelompok Bank Berdasarkan Modal Inti (KBMI). Sebagai informasi, Bank Mandiri, BNI, dan BRI yang termasuk dalam KBMI 4 masing-masing menerima jatah yang sama besar, yaitu Rp 55 triliun. Sementara itu, BTN dan BSI yang berada di kelas KBMI 3 tentu saja mendapat porsi yang lebih kecil, yakni masing-masing Rp 25 triliun dan Rp 10 triliun. Uniknya, BSI ditunjuk sebagai satu-satunya bank syariah yang menerima dana pemerintah. Alasannya, BSI dinilai memiliki kemampuan khusus untuk menyalurkan pembiayaan hingga ke wilayah Aceh. “BSI ini penting karena hanya mereka yang bisa masuk ke Aceh,” jelas Purbaya, menekankan strategi inklusi keuangan pemerintah.
BTN Paling Jeblok, Purbaya Sindir “Ompong”
Namun, di balik angka-angka besar itu, terselip sebuah fakta mengejutkan. Dari laporan realisasi serapan dana yang dipaparkan Purbaya, kinerja kelima bank tersebut ternyata tidak merata. Bank Mandiri tercatat menjadi yang tercepat dengan menyalurkan 74 persen dari total dana yang diterimanya. Kemudian, BRI mengikutinya dengan realisasi sebesar 62 persen, dan BNI berada di posisi berikutnya dengan penyerapan sekitar 50 persen. Akan tetapi, yang paling mencolok adalah performa BTN yang baru menyalurkan 19 persen dari dana Rp 25 triliun yang dititipkan kepadanya. Purbaya pun menyindir dengan nada guyon, “Padahal dia (BTN) yang ngomongnya paling kenceng ‘Desember udah habis duitnya’. (Ternyata) baru 19 persen.” Meski demikian, beliau masih memberikan harapan dengan memperkirakan BTN akan mampu menyerap sekitar Rp 10 triliun hingga akhir 2025 nanti.
Dana Menganggur? Siap-Siap Dipindah ke Bank Daerah!
Sebagai konsekuensinya, Purbaya menyampaikan sebuah rencana tegas. Apabila penyerapan dana di BTN tidak kunjung menunjukkan peningkatan yang signifikan, Kementerian Keuangan tidak segan-segan untuk memindahkan sekitar Rp 15 triliun dari jatah BTN ke bank lain yang dinilai lebih gesit dalam menyalurkan kredit. Langkah ini jelas menjadi sinyal kuat bagi semua bank untuk tidak bermain-main dengan dana pemerintah. Tak berhenti di situ, opsi lain juga disiapkan. Purbaya menyebut bahwa penempatan dana pemerintah ini berpotensi besar dialihkan ke bank milik pemerintah daerah (BPD) jika pada akhirnya serapan oleh bank-bank Himbara dinilai tidak maksimal. “Prioritas saya mungkin ke BPD DKI, Bank Jakarta, dan bank di Jawa Timur. Karena backing mereka kuat, jadi nggak akan ada apa-apa,” tuturnya dengan percaya diri. Dengan kata lain, dana rakyat akan dipercayakan kepada lembaga yang benar-benar mampu menggerakkannya.
Bagaimana dengan Bank Swasta? Ini Kata Menkeu
Lantas, bagaimana dengan bank swasta? Saat ditanya mengenai kemungkinan penyaluran dana ke bank swasta, Purbaya dengan lugas menjelaskan bahwa belum ada rencana untuk melangkah ke arah tersebut. Menurut analisanya, bank swasta besar seperti BCA sudah memiliki likuiditas yang sangat kuat sehingga tidak terlalu membutuhkan suntikan ini. “BCA sudah banyak duit. Sekarang belum kita pikirkan. Nanti otomatis kalau uangnya di bank itu, dia akan nyebar ke sistem perekonomian,” katanya, menggambarkan efek berantainya. Terakhir, Purbaya menutup dengan menyoroti keberhasilan kebijakannya. Beliau menambahkan bahwa langkah penempatan dana pemerintah di perbankan ini telah membuahkan hasil yang konkret, ditandai dengan meningkatnya likuiditas dan turunnya suku bunga di pasar. “Itulah dampak kebijakan yang saya lakukan. Menurunkan bunga, menambah likuiditas, dan menggerakkan ekonomi,” ujarnya dengan penuh keyakinan. Pada akhirnya, semua kebijakan ini dirancang untuk satu tujuan utama: mendorong roda perekonomian Indonesia agar bergerak lebih kencang lagi untuk kesejahteraan kita semua.
Dapatkan juga berita teknologi terbaru hanya di newtechclub.com