Berita  

Ini Strategi Pemerintah Turunkan Harga Beras yang Masih Tinggi di 214 Daerah!

Harga Beras Baik, Warga Depok Pilih Kualitas Premium meski Lebih Mahal(

Exposenews.id – Pemerintah terus-menerus menjamin pasokan beras nasional dalam kondisi aman, namun kenyataan pahit justru terpampang nyata. Harga komoditas pokok ini masih membubung tinggi di 214 kabupaten/kota dan bertahan keras di atas Harga Eceran Tertinggi (HET). Lantas, pertanyaan kritis pun menyeruak, sebenarnya, seefektif apa langkah intervensi pemerintah dalam menekan harga hingga benefits-nya benar-benar bisa dirasakan oleh rakyat kecil?

Strategi Andalan: Intervensi Pasar oleh Bulog

Sebagai respons utama, Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas), Arief Prasetyo Adi, menegaskan bahwa pemerintah saat ini mengandalkan penyaluran beras Bulog sebagai strategi andalan. Yang menarik, Bulog sengaja menghadirkan beras medium dengan harga sangat terjangkau, yaitu hanya Rp 12.500 per kilogram (kg). Harapannya, harga ini secara signifikan mampu memangkas HET beras medium di Zona I yang ditetapkan sebesar Rp 13.500 per kilogram. “Dengan terobosan ini, masyarakat pasti memiliki akses untuk mendapatkan beras dengan harga lebih murah; pada akhirnya, kami sangat yakin ini akan memberikan dampak nyata dalam menekan harga di pasaran,” tegas Arief di Jakarta, Rabu (3/9/2025).

Jaring Pengaman: Optimalisasi Bansos Beras

Tak hanya berhenti di situ, pemerintah juga memastikan Bulog mengoptimalkan penyaluran bantuan pangan (bansos) beras kepada 18,2 juta keluarga penerima manfaat (KPM). Bahkan yang mencengangkan, realisasi penyalurannya saat ini sudah hampir menyentuh angka 99 persen! “Melalui bantuan ini, kami langsung menyasar masyarakat yang paling membutuhkan; secara bersamaan, program ini juga menjaga daya beli mereka di tengah gejolak harga yang tidak menentu,” paparnya lebih lanjut.

Dilema Ganda: Harga Gabah vs Harga Eceran

Akan tetapi, kita semua harus bertanya, sejauh mana sebenarnya efektivitas intervensi tersebut dalam menekan harga di daerah-daerah yang harganya masih membandel? Pasalnya, di sisi lain, pemerintah sendiri secara terbuka mengakui bahwa harga gabah petani saat ini berada di kisaran Rp 6.500 sampai Rp 7.000 per kilogram. Oleh karena itu, sangat wajar jika harga beras medium di tingkat konsumen juga ikut menyesuaikan dan berada di atas HET.

Di titik inilah, pemerintah kemudian dituntut untuk melakukan sebuah balancing act atau menyeimbangkan dua kepentingan yang sama-sama krusial. Pertama, mereka harus menjaga daya beli masyarakat luas. Kedua, di waktu bersamaan, mereka juga wajib memastikan para petani tetap mendapatkan keuntungan yang layak dari hasil jerih payah mereka.

Klaim Stok Berlimpah di Tengah Ketidakstabilan Harga

Sementara itu, Menteri Pertanian (Mentan), Andi Amran Sulaiman, justru memberikan pernyataan yang sangat optimis. Menurutnya, produksi beras nasional tahun ini bahkan diperkirakan akan mencapai puncaknya, yaitu 31,04 juta ton hingga Oktober mendatang. Lebih hebat lagi, produksi beras sepanjang 2025 berpotensi menembus angka fantastis, yaitu 34 juta ton! “Yang paling membanggakan, tahun ini Indonesia sama sekali tidak melakukan impor beras; justru sebaliknya, kita malah memiliki stok yang sangat berlimpah. Pencapaian ini harus kita syukuri bersama sebagai buah manis dari kerja sama lintas kementerian dan lembaga di bawah arahan langsung Bapak Presiden Prabowo,” ucap Amran dengan penuh semangat.

Sayangnya, surplus produksi dan ketersediaan stok yang melimpah tersebut ternyata belum otomatis serta-merta menjamin harga yang stabil di semua daerah. Fakta ini memperlihatkan bahwa distribusi dan faktor logistik masih menjadi tantangan besar yang harus segera diatasi.

Pengakuan Pemerintah: PR Besar dan Fokus ke Daerah Bermasalah

Merespon hal tersebut, Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian, secara jujur mengakui bahwa masih ada pekerjaan rumah (PR) yang sangat besar untuk diselesaikan. Memang, jumlah daerah yang berhasil mengalami penurunan harga telah meningkat dari 51 menjadi 58 kabupaten/kota. Akan tetapi, kita tidak boleh menutup mata bahwa 214 daerah lainnya masih harus bergelut dengan harga beras yang tinggi dan sulit terkontrol. “Kabar baiknya, jumlah daerah yang harga berasnya berhasil turun telah meningkat dari 51 menjadi 58 kabupaten/kota. Ini membuktikan bahwa Gerakan Pangan Murah yang kita galakkan bersama berjalan efektif dan manfaatnya langsung dirasakan masyarakat,” ungkap Tito. “Meski begitu, kita tidak boleh berpuas diri karena masih ada 214 kabupaten/kota yang harga berasnya membandel di atas harga acuan pemerintah. Oleh sebab itu, minggu ini kami akan fokuskan seluruh energi ke daerah-daerah tersebut dengan meluncurkan langkah terpadu yang melibatkan Badan Pangan Nasional, Bulog, dan Kementerian Pertanian,” lanjutnya dengan penuh tekad.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa perjuangan untuk menstabilkan harga beras memang masih panjang. Akan tetapi, dengan strategi yang tepat dan kolaborasi solid antar kementerian, harapan untuk membuat harga beras terjangkau bagi seluruh rakyat Indonesia bukanlah sekadar mimpi belaka. Mari kita nantikan bersama hasil dari langkah-langkah konkret yang akan diambil dalam minggu-minggu ke depan!

Dapatkan juga berita teknologi terbaru hanya di newtechclub.com

Exit mobile version