Fadli Zon Dituding Bohong Soal Penyangkalan Pemerkosaan Massal Mei 1998: Korban Masih Trauma

JAKARTA, Exposenews.com – Sejarawan dan aktivis perempuan Ita Fatia Nadia secara tegas membantah pernyataan Menteri Kebudayaan Fadli Zon yang menyangkal adanya pemerkosaan massal dalam kerusuhan Mei 1998. Ita, yang pernah tergabung dalam Tim Relawan Kemanusiaan bentukan Gus Dur, mengungkapkan bahwa ia dan rekan-rekannya kewalahan menangani banyaknya kasus pemerkosaan di Jakarta saat itu.

“Pernyataan Fadli Zon itu jelas dusta,” tegas Ita dalam konferensi pers virtual, Jumat (13/6/2025). Ia menekankan bahwa seorang menteri seharusnya memulihkan ingatan kolektif bangsa sebagai bentuk reparasi, bukan malah mengubur fakta sejarah. “Alih-alih menyembuhkan trauma korban, dia justru menyangkal penderitaan mereka,” tambahnya.

Ita mengingatkan bahwa Presiden Jokowi telah mengakui 12 pelanggaran HAM berat masa lalu, termasuk kerusuhan Mei 1998, lewat rekomendasi Tim Pencari Fakta Pelanggaran HAM (PPHAM). “Data resmi negara sudah mencatat pemerkosaan massal itu. Fadli Zon tidak bisa seenaknya menghapus sejarah,” tegasnya.

Ita mendesak Fadli Zon meminta maaf kepada para korban yang hingga kini masih hidup dalam tekanan. “Mereka butuh pengakuan, bukan pengingkaran,” ujarnya.

Sebelumnya, dalam wawancara dengan IDN Times, Fadli Zon menyebut pemerkosaan massal 1998 sebagai rumor tanpa bukti. “Di mana buktinya? Itu cuma cerita. Kalau ada, tunjukkan! Nggak ada di buku sejarah mana pun,” klaimnya dalam program Real Talk with Uni Lubis (8/6/2025).

Fadli mengaku pernah membantah laporan tim pencari fakta yang mengonfirmasi pemerkosaan massal. “Saya tantang mereka, tapi mereka gagal membuktikannya,” katanya. Ia berargumen bahwa sejarah harus ditulis untuk mempersatukan bangsa, bukan memecah belah.

Pemerintah Akan Revisi Sejarah, Tapi Menuai Protes
Kementerian Kebudayaan kini sedang memproses penulisan ulang sejarah Indonesia. Fadli Zon bersikeras bahwa pendekatan baru ini akan menonjolkan narasi positif, bukan menyudutkan kelompok tertentu. Namun, langkah tersebut langsung memicu kecaman karena dianggap menghapus fakta-fakta kelam yang seharusnya menjadi pelajaran bangsa.

Ita Fatia Nadia langsung menyuarakan kekhawatirannya. Ia menegaskan bahwa revisi sejarah tidak boleh menjadi alat untuk membersihkan dosa rezim Orde Baru. “Trauma korban itu nyata. Pemerintah justru harus mengakui kesalahan masa lalu, bukan menguburnya,” tegasnya dengan nada tegas.

baca juga: Jokowi Santai Tanggapi Isu Kapal Berinisial “JKW”: ini detailnya!

Masyarakat pun tak tinggal diam. Tagar #JanganHapusSejarah langsung meledak di Twitter, diserbu ribuan warganet yang geram. “Ini mau melindungi siapa? Jangan-jangan ada agenda terselubung,” tulis seorang pengguna sambil menyebut langkah Fadli Zon mencurigakan. Beberapa bahkan mengunggah dokumen lama yang membuktikan kekerasan Mei 1998, menantang menteri itu untuk membantahnya.

Asvi Warman Adam, sejarawan senior, ikut angkat bicara. Ia mengutip laporan lengkap Komnas Perempuan dan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) yang memuat puluhan kasus pemerkosaan terdokumentasi. “Data ini sudah final. Menyangkalnya sama saja melecehkan korban untuk kedua kalinya,” tegas Asvi.

Tekanan politik pun mulai mengeras. Ribka Tjiptaning, anggota DPR dari PDI-P, secara terbuka menuntut Fadli Zon mencabut pernyataannya. “Kalau dia tidak mau menarik ucapannya, Presiden harus mempertimbangkan posisinya di kabinet,” kata Ribka dengan nada tegas. Beberapa organisasi masyarakat bahkan mengancam akan menggelar unjuk rasa jika pemerintah terus bersikeras mengabaikan fakta sejarah.

Kontroversi ini semakin menegaskan bahwa sejarah bukan alat politik. “Kebenaran tidak boleh dikorbankan demi kepentingan sesaat. Korban berhak dapat keadilan, bukan pengkhianatan,” tegas Ita menutup diskusi. Ia berharap pemerintah segera mengoreksi langkahnya sebelum generasi muda kehilangan kepercayaan terhadap sejarah bangsa sendiri.