MAKASSAR, Exposenews.id — Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) menyoroti dugaan kasus penganiayaan, pemerasan, dan pelecehan oleh enam oknum polisi di Sulawesi Selatan terhadap seorang pemuda. Komisioner Kompolnas RI, Mohammad Choirul Anam, menegaskan bahwa kasus ini masuk dalam pengawasan lembaganya.
Anam mendesak Polda Sulsel dan Polrestabes Makassar segera menindaklanjuti laporan dengan serius. “Kami akan terus memantau dan mendorong Propam Polda serta Propam Polrestabes untuk bertindak cepat. “Kami menegaskan hal ini penting untuk mencegah terulangnya kejadian serupa,” tegas Anam saat Exposenews.id menghubunginya Rabu (4/6/2025).
Ia mengingatkan komitmen Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk menindak tegas setiap pelanggaran di tubuh Polri. Anam menegaskan komitmen Kapolri dan Kadiv Propam: “Mereka telah berjanji akan menangani setiap pelanggaran secara cepat, transparan, dan akuntabel. Kami akan memastikan janji ini benar-benar diterapkan dalam kasus ini,” tegasnya.
Menurutnya, kasus yang melibatkan enam anggota Sabhara Polrestabes Makassar ini merusak citra Polri. “Pelaku harus diberi sanksi tegas sebagai peringatan. Pencopotan dan pemeriksaan khusus (Patsus) sudah langkah bagus, tapi proses hukum harus berjalan,” tegasnya.
Anam juga memuji respons terbuka Kapolrestabes Makassar, Kombes Pol Arya Perdana, yang mengungkap fakta pelanggaran anak buahnya. “Kami apresiasi Kapolres yang transparan, termasuk mengakui ada prosedur yang dilanggar. Ini sikap yang baik,” ujarnya.
Yusuf Saputra (20), warga Takalar, membeberkan kasus kekerasan dan pemerasan yang ia alami dari oknum polisi, sehingga kasus ini pun mencuat ke permukaan. Kejadian bermula saat Yusuf sedang menikmati pasar malam, Selasa (27/5/2025) malam. Tanpa alasan jelas, enam orang mengaku polisi mendatanginya, menodongkan senjata, dan memukulinya.
“Mereka langsung menodongkan pistol ke kepala saya, lalu memukuli saya sampai babak belur,” kisah Yusuf.
Para oknum polisi itu kemudian membawa Yusuf ke tempat sepi, mengikatnya, menyiksanya, dan memaksanya melepas seluruh pakaian.
“Mereka menyuruh saya membuka baju, celana, bahkan celana dalam,”
Mereka memaksa saya mengaku punya narkoba, padahal itu barang mereka sendiri,” ujarnya, menyebut salah satu pelaku, Bripda A., yang membawa tembakau sintetis.
Setelah menyiksa Yusuf selama tujuh jam, para oknum polisi itu menghubungi keluarganya dan meminta tebusan Rp 15 juta. “Keluarga saya tidak punya uang sebanyak itu. Akhirnya mereka turunkan jadi Rp 5 juta, tapi tetap tidak mampu. Akhirnya, saya dilepas setelah keluarga bayar Rp 1 juta,” cerita Yusuf.
Kompolnas Dorong Proses Hukum Tegas
Anam menekankan, kasus seperti ini harus diproses cepat untuk memulihkan kepercayaan publik. “Polri tidak boleh tutupi kesalahan anggotanya. Sanksi tegas akan jadi contoh agar tidak ada lagi aksi semena-mena,” tegasnya.
Ia juga meminta masyarakat tetap tenang dan percaya proses hukum. “Kami pastikan kasus ini tidak akan dibiarkan. Kompolnas akan terus pantau sampai ada keadilan untuk korban,” tandas Anam.
Kapolrestabes Makassar segera mencopot keenam oknum dari jabatan mereka dan memastikan mereka menjalani pemeriksaan Propam.”Kami tidak tolerir tindakan kriminal, sekalipun pelakunya anggota kami,” tegas Arya Perdana.
Masyarakat Menuntut Keadilan
Keluarga Yusuf dan warga setempat mendesak polisi menindak tegas pelaku. “Kami minta keadilan. Anak saya bukan penjahat, tapi malah jadi korban penyiksaan,” kata ayah Yusuf.
Aktivis HAM juga turut menyoroti kasus ini. “Ini bukti ada oknum polisi yang masih bertindak di luar hukum. Negara harus hadir untuk korban,” ungkap Direktur LBH Makassar.
Kini, kasus ini terus berkembang dengan pengawasan ketat dari Kompolnas. Masyarakat menunggu kepastian hukum agar kejadian serupa tidak terulang.
#JusticeForYusuf