Exposenews.id, Manado – Nama Dr Flora Kalalo SH MH dianulir dari bakal calon Rektor Unsrat periode 2022-2026. Senat Akademik Universitas Sam Ratulangi (Unsrat), pun menetapkan empat orang bakal calon Rektor Unsrat yakni Prof Dr Fabian Manoppo MAgr, Prof Dr Octavian Berty A. Sompie MEng, Prof Dr Jefrey Kindangen DEA dan Prof Dr Ir Grevo Soleman Gerung MSc.
Ketua Senat Akademik Unsrat, Prof Dr Paulus Kindangen SE SU MA, mengatakan hasil verifikasi panitia pemilihan rektor Unsrat, Flora Kalalo dinyatakan tidak memenuhi syarat.
“Hasil verifikasi dari panitia yang telah diserahkan kepada kami, yang bersangkutan tidak memenuhi persyaratan,” kata Kindangen.
Menanggapi anulir ini, Flora Kalalo menegaskan mekanisme verifikasi pada tahapan pendaftaran yang dilakukan panitia pemilihan Rektor Unsrat tidak mengedepankan hak asasi manusia dan terkesan diskriminatif.
“Saya menganggap ada diskriminasi dan pelanggaran hak asasi manusia. Bahkan saya merasa hak konstitusi saya betul-betul diabaikan dalam proses pemilihan rektor ini,” tegas Flora kepada Exposenews.id, Selasa (15/11/2022).
Dia heran dan prihatin, sebab saat senat dan panitia mengumumkan hasil verifikasi bakal calon rektor, dirinya tidak mendapatkan informasi secara resmi. Melainkan hasil rapat pleno justru telah beredar luas di media sosial.
“Sampai saat ini, saya belum mendapat keputusan resmi dari senat dan panitia pemilihan rektor Unsrat. Saya minta kepastian hukum tetapi ketua senat belum memberikan, dan ternyata sudah beredar di medsos. Saya tidak mengerti kenapa harus ditutupi keputusan hasil telaah panitia dan senat,” imbuhnya.
Keputusan pencoretan atau penganuliran atau apa istilah yang dipakai senat dan panitia pemilihan Rektor Unsrat, sehingga dirinya tidak masuk dalam bakal calon rektor Unsrat, sebut Kalalo, merupakan sesuatu yang janggal.
“Saya juga belum punya kalimat hukum apa yang ditulis dalam surat tersebut, di mana saya tidak diikutsertakan sebagai bakal calon rektor Unsrat yang akan digelar dalam waktu dekat ini,” tukasnya.
Dia juga menyentil tentang rapat pleno senat dan panitia pemilihan Rektor Unsrat yang justru melibatkan sejumlah pejabat dari Kemendikbudristekdikti.
“Pada rapat pleno, saya dengar ada perdebatan yang cukup alot dan bahkan saya sendiri sampai merasa heran, kenapa dalam proses hanya untuk menetapkan saya dianulir atau tidak, harus menghadirkan tim dari Kemendikbudristekdikti yang super lengkap,” jelasnya.
Kalalo sangat menyayangkan apabila pihak Kementerian hanya dimanfaatkan oleh pihak rektorat. Dalam pengertian ada dugaan-dugaan yang mengarah ke arah tersebut.
“Karena dalam peraturan disebutkan bahwa pihak Kementerian akan jadi pengawas pada waktu penentuan 3 besar bukan pada waktu penetapan bakal calon,” sebutnya sembari menambahkan bahwa senat dan panitia telah melegitimasi apa yang disampaikan dalam rapat senat. “Yang intinya menganulir
hingga saya tidak masuk dalam bakal calon,” ucapnya.
Diakuinya bahwa dirinya semenjak dua bulan terakhir sempat mendapatkan sanksi administratif dari Kemendikbudristekdikti. Dan menjelang proses pemilihan rektor tersebut sebelum pendaftaran dirinya diberikan sanksi hukuman disiplin sedang.
“Dan itu menjadi alasan bagi panitia untuk tidak bisa mengikutsertakan saya sebagai bakal calon rektor Unsrat. Panitia itu tidak memperhatikan bahwa negara kita ada perlindungan hukum bagi mereka yang kena sanksi itu, dibantu dan dilindungi sebagaimana yang ada di Undang-undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang administrasi pemerintahan. Pada pasal 77 disebutkan yang mendapatkan sanksi diberikan kesempatan untuk melakukan keberatan administratif,” jelasnya.
Keberatan administrasi pada pasal 77, baru dalam proses melihat substansi. Apakah penjatuhan hukuman disiplin itu benar atau salah, belum sampai di situ. Karena baru melihat administrasi dulu.
“Nah saya diberikan ruang untuk mengajukan keberatan administrasi. Di keberatan administrasi itu menyatakan, bahwa dalam tempo 10 hari setelah keberatan saya diterima, itu harus dilaksanakan pernyataan keberatan diterima atau tidak. Dan jika dalam tempo 10 hari tidak ditanggapi atau tidak dijawab undang-undang itu menyatakan bahwa keberatan saya diterima. Dengan demikian maka sanksi hukuman disiplin saya dengan ketentuan undang-undang ini dianggap sudah tidak berlaku lagi,” bebernya lagi.
Pada pasal 77 ayat 7 menegaskan lembaga atau badan yang memberikan sanksi itu wajib mengeluarkan surat yang menyatakan keberatan tersebut diterima. Berarti dalam hal ini dari pihak Kementerian harus melakukan langkah-langkah yang diambil dilindungi oleh undang-undang.
“Sebagai konstitusi dari hukum yang ada kita diberikan perlindungan. Itu juga salah satu administrasi pemerintahan yang baik. Artinya, tidak boleh semena-mena untuk melakukan sanksi kepada PNS atau kepada masyarakat yang dalam pengertian di sini telah melakukan sesuatu yang dianggap salah tapi ada tahapan-tahapan untuk memberikan perlindungan,” imbuhnya.
Dia juga menyatakan sudah menempuh proses hukum pada surat pertama tetapi baru dijawab setelah 32 hari, itu berarti Menteri sampai hari ini tidak memberi jawaban.
“Jadi saya merasa ketentuan yang ada di undang-undang tersebut terpenuhi. Maka saya sejak mendaftarkan diri sebaga bakal calon, saya sudah tidak sedang melaksanakan hukuman disiplin itu,” pungkas mantan Dekan Fakultas Hukum Unsrat itu.
(RTG)