Oleh: Ronald Ginting
Exposenews.id, Jakarta – Presiden Joko Widodo (Jokowi) memastikan pemerintah masih berjuang menyelamatkan ekonomi RI dari jurang resesi selama masih ada waktu. Sementara kuartal III-2020 yang menjadi penentu nasib ekonomi Indonesia menyisakan waktu sekitar 2 minggu lagi.
Jokowi menilai sisa waktu itu harus bisa dimanfaatkan. Tujuannya untuk mengejar target pertumbuhan ekonomi yang positif.
“Terkait pemulihan ekonomi nasional kita masih punya waktu sampai akhir September dalam meningkatkan daya ungkit ekonomi kita,” ujarnya saat membuka rapat terbatas dengan tema laporan Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional melalui video conference, Senin (14/9/2020).
Jokowi menjelaskan daya ungkit yang dimaksud adalah, meningkatkan daya beli masyarakat dan konsumsi rumah tangga yang masih menjadi motor utama penggerak roda ekonomi RI.
“Oleh sebab itu saya minta seluruh program insentif yang sifatnya cash transfer agar benar-benar diperhatikan dipercepat,” tutupnya.
Sebagai informasi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I-2020 sebesar 2,97%. Sedangkan di kuartal II-2020 minus 5,32%. Jika di kuartal III-2020 ekonomi minus lagi, maka Indonesia resesi.
Lalu memangnya bisa pemerintah mengejar target pertumbuhan ekonomi yang positif di kuartal III-2020 ini?
Menurut Ekonom di Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira, tidak mungkin bisa waktu dua minggu dipakai untuk mencegah resesi. Apalagi, ada kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di Ibu Kota Jakarta. Dapat dipastikan Indonesia tidak bisa lepas dari jurang resesi.
“Nggak bisa. Ada PSBB lebih ketat ya pasti resesi di Kuartal III-2020,” ujar Bhima sebagaimana dilansir dari detikcom.
Pemberlakuan kembali PSBB Jakarta diyakini dapat menurunkan konsumsi rumah tangga penduduk Jakarta. Padahal, indikator terbesar pertumbuhan ekonomi Indonesia masih ditopang oleh sektor konsumsi rumah tangga tersebut.
“Konsumsi rumah tangga akan turun. Masyarakat akan tahan belanja apalagi pemerintah dinilai gagal atasi pandemi sehingga muncul PSBB yang lebih ketat,” sambungnya.
Hal serupa dikuatkan oleh ekonom lainnya dari Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet.
“Saya kira memang sulit menambah daya ungkit ekonomi dalam waktu 2 minggu,” kata Yusuf.
Apalagi sudah berbulan-bulan ini tercatat belum ada perkembangan yang signifikan atas aktifitas masyarakat di luar rumah. Menurut laporan Google Mobility Report sampai dengan September, pertumbuhan aktifitas masyarakat yang berpergian ke pusat perbelanjaan ritel dan pusat grosir baru tumbuh sekitar 1- 4%. Padahal, sejak Juni PSBB sudah dilonggarkan oleh pemerintah. Sehingga, menurut Yusuf yang menyebabkan sulitnya RI lepas dari jurang resesi karena ada daya beli yang menurun di masyarakat.
“Padahal seperti yang kita tahu pelonggaran PSBB sudah dilakukan sejak Juni, namun karena daya beli masyarakat yang melemah makannya pelonggaran ini kemudian tidak serta merta berdampak pada peningkatan konsumsi,” paparnya. (RTG)