Exposenews.id – Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa benar-benar tak mau berhenti bergerak! Setelah sebelumnya menggempur impor pakaian bekas ilegal dengan tangan besi, kali ini sang menteri langsung mengalihkan sorotannya ke kekacauan impor baja. Tindakan tegasnya ini, tentu saja, langsung menyita perhatian banyak pihak.
Dari Laporan Pengusaha Hingga Amarah Menkeu
Awal mula semua ini, ternyata, berawal dari keluhan pedih yang dilayangkan oleh Asosiasi Pengusaha Baja Konstruksi Indonesia (IISC). Mereka melaporkan dengan sangat jelas bahwa impor baja siap pakai ilegal begitu mudahnya masuk ke Indonesia dan, pada akhirnya, merusak iklim usaha dalam negeri.
Lebih lanjut, Ketua Umum IISC, Budi Harta Winata, dengan tegas menyoroti membanjirnya produk baja konstruksi siap pasang dari Tiongkok dan Vietnam.
Dalam acara Rapat Pimpinan Nasional Kadin Indonesia di Jakarta, Budi pun meluapkan isi hatinya. “Dulu industri ini dilindungi, Pak Menkeu. Namun sekarang, impor baja konstruksi siap pasang sudah menembus angka satu juta ton hanya tahun ini saja!” ujarnya dengan nada prihatin.
Sebagai perbandingan, perusahaan Budi sendiri hanya membutuhkan sekitar 20 ribu ton untuk bisa menghidupi seribu karyawannya.
Seribu Karyawan Menyusut Jadi 70: Dampak Mengguncang Industri Lokal
Tak berhenti di situ, Budi kemudian membeberkan dampak mengerikan dari banjir baja impor ini. Ruang pasar bagi produsen nasional, mulai dari pabrik besar, bengkel konstruksi, hingga tenaga kerja las, semakin tersepit tanpa ampun.
Bahkan, banyak proyek pembangunan gudang, pabrik, dan mall sekarang lebih memilih menggunakan produk impor, sehingga secara paksa menggeser peran industri dalam negeri.
“Dulu kami bisa menghidupi seribu karyawan, sekarang tinggal 70 orang yang tersisa,” keluh Budi dengan pilu. Statistik ini tentu saja menjadi gambaran nyata betapa parahnya dampak yang dirasakan.
Menurut analisanya, kebijakan bea masuk nol persen untuk baja konstruksi jadi dari Tiongkok dan Vietnam menjadi biang kerok utama yang semakin menghimpit posisi produsen lokal.
Budi juga merasa bahwa saat ini sama sekali tidak ada ‘level playing field’ atau kesetaraan persaingan. Pasalnya, kebijakan fiskal yang memihak impor tersebut tidak diimbangi dengan insentif serupa bagi pelaku industri baja dalam negeri. Akibatnya, industri lokal seperti berlaga dengan tangan terikat.
Purbaya Blak-blakan: “Saya Tanya ke Anak Buah, Jawabannya Bagus Terus!”
Merespons keluhan tersebut, Menkeu Purbaya langsung menunjukkan keseriusannya. Ia menegaskan akan mendalami seluruh persoalan yang diadukan oleh pelaku industri ini.
Dengan penuh komitmen, ia pun berjanji akan mencari segala macam solusi untuk melindungi sektor baja nasional yang notabene merupakan industri strategis bagi pembangunan Indonesia.
“Saya bukan ahli baja. Saya ingin mengerti, baja itu ada apa saja. Nanti laporkan ke saya masalahnya seperti apa? Karena kalau saya tanya ke anak buah saya, jawabannya bagus terus,” ujar Purbaya blak-blakan. Pernyataan jujurnya ini mengungkap kecurigaannya bahwa ada informasi yang tidak sinkron di lapangan.
Oleh karena itu, sang Menteri meminta Budi dan asosiasinya untuk segera menghadap dan melaporkan secara detail seluk-beluk masuknya impor baja ilegal ke daerah pabean.
Sebab, ketika ia bertanya kepada anak buahnya di Bea Cukai, justru yang didengar adalah laporan bahwa tidak ada masalah sama sekali. Kontradiksi inilah yang akan ia usut tuntas.
Ultimatum Final: Bea Cukai Diminta Berbenah atau Hadapi Konsekuensi!
Meski begitu, Purbaya sudah memastikan bahwa ia akan mempelajari masalah ini dengan lebih detail ke depannya. Ia meyakini sebuah prinsip yang jelas: pemerintah seharusnya tidak membuka keran impor untuk produk-produk yang sudah mampu diproduksi di dalam negeri.
“Kalau di dalam negeri sudah ada suplai-nya, ngapain kita buka untuk impor. Nanti akan saya cari segala cara untuk memastikan itu,” tekadnya bulat.
Namun, ia juga menegaskan, “Tapi saya harus tahu betul yang masalahnya di Bea Cukai, karena selama ini kan dikenalnya sering main-main.” Ungkapan terakhirnya ini jelas menyimpan amarah dan kekecewaan.
Pada kesempatan yang sama, Purbaya bahkan tidak segan memberikan ultimatum keras kepada institusi Bea Cukai! Ia memberi dua pilihan: segera berbenah atau menghadapi konsekuensi serius seperti pembekuan wewenang, yang bahkan bisa digantikan oleh lembaga independen seperti Societe Generale de Surveillance (SGS).
Ultimatum mengejutkan ini bukanlah tanpa alasan. Purbaya mengungkapkan bahwa dirinya telah menerima banyak sekali laporan mengenai praktik penyelewengan, penyelundupan, dan citra buruk Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) yang tak kunjung membaik.
Dapatkan juga berita teknologi terbaru hanya di newtechclub.com
