Adhi Kismanto Ditempatkan di kominfo untuk Awasi Tim Syamsul, Tapi Malah Terlibat Skandal Judi Online

banner 120x600

JAKARTA, Exposenews.id – Terdakwa kasus perlindungan situs judi online (judol) di Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo)—kini bernama Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi)—Syamsul Arifin, mengungkap fakta mengejutkan.  Namun, alih-alih menjalankan tugasnya, Adhi justru tergoda oleh uang dari backing judol.

Adhi ditempatkan di Tim Infrastruktur Kominfo di bawah pimpinan terdakwa Riko Rasota Rahmada. Saat itu, Syamsul menjabat sebagai Ketua Tim Pengendalian Konten Internet Ilegal, menggantikan Denden Imadudin Soleh. Fakta ini terungkap saat Syamsul menjadi saksi mahkota dalam sidang kasus perlindungan situs judol yang melibatkan Alwin Jabarti Kiemas, Zulkarnaen Apriliantony (Tony), Muhrijan (Agus), dan Adhi Kismanto sendiri.

Tugas Adhi Sebenarnya: Supervisi, Bukan Kolusi

Syamsul menjelaskan, Riko Rasota-lah yang memperkenalkan Adhi Kismanto kepadanya. “Adhi ini adalah orangnya Pak Menteri yang ditempatkan di tim Riko. Tugasnya sebenarnya mengawasi tim internal saya,” ujar Syamsul di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (11/6/2025).

Lebih lanjut, Syamsul memaparkan mekanisme standar pemblokiran situs judol. Tim verifikator memulai proses dengan mengumpulkan daftar situs berdasarkan laporan masyarakat atau arahan pimpinan. Tim verifikator kemudian memverifikasi, mengedit, atau menghapus daftar tersebut. “Nah, di sinilah seharusnya Adhi berperan sebagai supervisor. Dia harus memastikan tidak ada situs yang sengaja dilewati,” tegas Syamsul.

Menurutnya, sejak Februari 2024, Adhi seharusnya memperketat pengawasan. Bahkan, dengan kehadirannya, target pemblokiran bisa meningkat drastis. “Awalnya, kami bisa memblokir 10.000–15.000 situs per hari. Tapi dengan tambahan tim Adhi, seharusnya bisa mencapai 30.000,” ungkapnya.

Malangnya, Adhi Malah Jadi Bagian dari Masalah

Alih-alih memperkuat pengawasan, Adhi justru terlibat dalam praktik kotor. Bukannya memblokir, dia malah melindungi situs-situs judol agar tetap aktif—tentu saja dengan imbalan uang.

Kasus ini sendiri terbagi dalam empat klaster Darmawati dan Adriana Angela Brigita.

Para terdakwa dijerat dengan Pasal 27 ayat (2) jo. Pasal 45 ayat (3) UU ITE serta Pasal 303 ayat (1) KUHP tentang perjudian.

Ironi di Balik Tugas Pengawasan

Yang membuat kasus ini semakin ironis, Adhi seharusnya menjadi pengawas yang mencegah kebocoran. Namun, dia justru memanfaatkan posisinya untuk mengeruk keuntungan ilegal.

“Padahal, kalau dia bekerja dengan benar, pemblokiran bisa lebih masif,” lanjut Syamsul. Sayangnya, niat baik Kominfo untuk membersihkan internet dari judol ternoda oleh oknum-oknum yang memilih jalan pintas.

Kini, semua mata tertuju pada pengadilan. Ataukah ini hanya drama hukum yang berujung pada pembiaran?

Kasus ini membuka mata kita tentang betapa rapuhnya sistem pengawasan di instansi pemerintah. Adhi Kismanto seharusnya menjadi pengawal integritas, tetapi justru berbalik menjadi pelaku utama dalam skandal ini. Pengadilan kini harus memberikan vonis yang setimpal agar kasus serupa tidak terulang di masa depan.

Masyarakat pun menuntut transparansi dan akuntabilitas dari Kementerian Kominfo. Instansi ini harus segera memperbaiki sistem pengawasan internalnya dan menindak tegas oknum-oknum nakal. Jangan sampai kepercayaan publik semakin terkikis karena ulah segelintir orang yang memanfaatkan jabatan untuk kepentingan pribadi.

Kini, semua pihak menunggu keputusan hakim. Harapannya, putusan ini tidak hanya memberikan keadilan, tetapi juga menjadi pelajaran berharga bagi seluruh aparatur negara. Integritas harus menjadi harga mati dalam menjalankan tugas pemerintahan!

(Sumber: Exposenews.id, 11 Juni 2025)