Tonggeret, Si “Udang Terbang” Bergizi yang Jadi Primadona Masyarakat Pegunungan Papua

banner 120x600

JAYAPURA, Exposenews.id – Pernah dengar suara nyaring di siang hari yang berasal dari pepohonan? Itulah tonggeret, serangga kecil yang ternyata jadi primadona kuliner masyarakat Papua! Tak cuma jadi penanda perubahan musim, makhluk ini juga menyimpan nutrisi tinggi yang bikin lidah bergoyang.

Hari Suroto, Peneliti BRIN yang berpengalaman puluhan tahun meneliti ekosistem Papua, membeberkan fakta unik. Tonggeret menyantap makanan dengan cara menusuk kulit pohon pakai mulut berbentuk jarum, lalu menyedot sari patinya. Proses alami ini membuat tubuhnya kaya zat gizi yang baik untuk manusia.

Yang bikin tambah menarik, suara khas tonggeret jantan ternyata dihasilkan dari getaran membran khusus di perut yang disebut timbal. Warna tubuhnya berevolusi dari hijau segar menjadi cokelat, lalu kehitaman saat tua. Bagi sebagian orang suaranya mungkin bikin pusing, tapi bagi warga pegunungan Papua, ini adalah “alarm” bahwa menu istimewa sudah siap dipanen!

Kearifan Lokal dalam Memilah Tonggeret
Ternyata tak semua suku di Papua doyan tonggeret lho! Suroto memaparkan bahwa etnis Moni di Puncak Jaya justru menghindarinya, sementara etnis Dani di Lembah Baliem jarang mengonsumsinya. Tapi ceritanya beda jauh dengan etnis Ngalum di Pegunungan Bintang yang menjadikannya camilan favorit.

Yang lebih unik lagi, etnis Mee punya kearifan lokal yang mengagumkan. Mereka membedakan lima jenis tonggeret berdasarkan ukuran dan suara: waine, kegaitege, pepatege, uwaitege, dan ditege. Dari semua jenis itu, waine selalu jadi primadona karena tekstur dan rasanya yang paling memikat.

Baca juga: BAHLIL KABUR DARI MASSA! Menteri ESDM Hindari Demonstran Raja Ampat Lewat Pintu Belakang Bandara

Musim Emas dan Teknik Berburu yang Cerdik
Buat yang mau berburu tonggeret, catat baik-baik nih! Periode September-Desember adalah waktu terbaik, saat serangga ini muncul dalam jumlah besar. Rasanya yang gurih bakal bikin nasi sebakul pun habis dalam sekejap. Tapi ingat, bagi yang punya alergi serangga, lebih baik jangan coba-coba ya!

Nah, teknik menangkapnya pun butuh keahlian khusus. Di siang hari, pemburu ulung menggunakan perangkap lengket dari getah pohon nangka. Tapi kalau malas ribet, cukup datang malam hari dan goyangkan pohonnya – voila! Tonggeret akan berhamburan seperti hujan emas!

Dari Hutan ke Piring dalam 30 Menit
Proses mengolahnya pun super praktis. Setelah dibersihkan dengan membuang sayap dan kaki, tonggeret siap dimasak. Mau digoreng kering atau dipanggang di bara api, keduanya sama-sama menggugah selera. Karena bagian ekornya berongga, proses memasaknya pun super cepat – cocok banget buat yang anti ribet!

Suroto berbagi tips berharga: “Waktu terbaik berburu adalah saat matahari bersinar terik. Saat mendung atau hujan, tonggeret lebih pemilih dan enggan bersuara.” Jadi kalau mau hasil melimpah, pastikan memilih hari yang cerah ya!

Fakta Tak Terduga Si “Udang Terbang”
Selain mudah ditemui di sekitar pemukiman, tonggeret ternyata punya keunggulan lain. Masyarakat Papua biasa menangkapnya satu per satu dengan teknik tradisional, menjadikannya sumber protein yang sustainable. Tak heran jika serangga ini menjadi solusi pangan bergizi di daerah terpencil.

Jadi, meski sering dianggap sebagai “hama bersuara”, tonggeret membuktikan diri sebagai sumber pangan bergizi tinggi. Bagi para petualang kuliner, ini bisa jadi tantangan seru! Siapa tahu setelah mencoba, kamu akan jadi penggemar berat si “udang terbang” yang satu ini.