Kapal Pengguna Pukat Harimau Dilarang Dapat BBM Subsidi, Ini Alasannya!

banner 120x600

JAKARTA, Exposenews.id – Pemerintah menegaskan bahwa kapal nelayan yang masih menggunakan pukat harimau (trawl) di perairan Kalibaru, Cilincing, Jakarta Utara, tidak akan mendapat akses BBM subsidi. Kebijakan ini diberlakukan untuk mendorong praktik penangkapan ikan yang ramah lingkungan.

“Saya tidak memberikan rekomendasi BBM untuk kapal trawl karena syarat utamanya harus memenuhi aturan,” tegas Unang Rustanto, Kepala Suku Dinas Ketahanan Pangan, Perikanan, dan Pertanian (Kasudin KPKP) Jakarta Utara, dalam wawancara dengan Exposenews.id, Jumat (13/6/2025).

Syarat Ketat untuk BBM Subsidi
Unang menjelaskan, ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi nelayan agar bisa mendapatkan BBM subsidi. Pertama, mereka harus memiliki KTP Jakarta. Kedua, kapal yang digunakan harus aktif beroperasi. Terakhir, nelayan wajib memiliki Kartu Kusuka (kartu keanggotaan nelayan).

Tak hanya itu, pemerintah juga hanya memberikan subsidi kepada nelayan yang mematuhi aturan kelestarian laut. “Kalau masih pakai pukat harimau, jelas tidak dapat BBM subsidi karena alat itu merusak ekosistem,” tambah Unang.

 Bahkan, Dinas KPKP Jakarta Utara sudah melakukan sosialisasi agar nelayan beralih ke alat tangkap yang lebih ramah lingkungan.

*”Dulu kami sudah sosialisasi agar nelayan beralih dari trawl ke alat yang tidak merusak laut. Biayanya juga tidak mahal, hanya Rp 5-6 juta,”* jelas Unang.

Masih Banyak Nelayan Nakal Pakai Pukat Harimau

Pemerintah memang sudah melarang penggunaan pukat harimau sejak sepuluh tahun lalu, tapi kenyataannya banyak kapal di Kalibaru masih bandel memakai alat tangkap terlarang ini.

“Mereka tahu aturannya, tapi tetap saja nekat pakai trawl,” ujar Surya, Ketua Nelayan Tradisional Kalibaru, sambil menggelengkan kepala.

Pelanggaran ini bukan sekadar isapan jempol. Setidaknya, 50 kapal besar masih terus mengoperasikan pukat harimau, mengabaikan dampak buruknya bagi ekosistem laut dan nelayan tradisional.

“Kalau mau bukti, lihat saja sendiri di perairan sini. Masih banyak yang pakai trawl,” tambah Surya tegas.

Larangan ini jelas bukan tanpa alasan. Pukat harimau terbukti merusak terumbu karang dan menghabiskan populasi ikan hingga ke akar-akarnya. Tapi, beberapa oknum nelayan tetap membandel karena mengejar keuntungan besar dalam waktu singkat.

baca juga: Prabowo Tegaskan Tak Ada Rencana Reshuffle Kabinet, ini menurutnya!

Surya (48), Ketua Nelayan Tradisional Kalibaru, mengungkapkan bahwa sekitar 50 kapal masih memakai alat tangkap terlarang ini.

“Masih banyak, lihat saja sendiri. Kapal-kapal besar itu tetap pakai trawl, padahal sudah dilarang,” keluh Surya saat diwawancarai Exposenews.id, Senin (9/6/2025).

Nelayan Tradisional Merugi
Akibat ulah kapal-kapal nakal ini, nelayan tradisional kian terpuruk. Tangkapan mereka terus menurun karena ikan-ikan sudah habis terjaring oleh pukat harimau milik kapal besar.

“Kami susah dapat ikan karena semuanya sudah disedot trawl. Padahal, kami hanya pakai alat tradisional,” ujar Surya dengan nada kesal.

Pemerintah Tegas, Tapi Masih Ada yang Bandel
Pemerintah sebenarnya sudah berusaha tegas dengan mencabut subsidi BBM bagi pelanggar. Namun, tetap saja masih ada yang nekat melanggar.

Solusinya? Edukasi dan penegakan hukum harus lebih gencar dilakukan. Jika tidak, kerusakan ekosistem laut akan semakin parah, dan nelayan kecil semakin terancam.

Ayo Beralih ke Alat Ramah Lingkungan!
Unang mengingatkan, beralih ke alat tangkap ramah lingkungan tidak mahal dan justru menguntungkan nelayan dalam jangka panjang. “Laut lestari, tangkapan melimpah, dan BBM subsidi tetap dapat. Kenapa tidak?” pungkasnya.

Jadi, masih mau pakai pukat harimau? Risikonya tanggung sendiri!