Exposenews.id, Manado – Sengketa PT Ciputra Internasional dan warga eks penggarap lahan hak guna bangunan (HGB) nomor 70 tahun 1994 akhirnya happy ending. Kedua belah pihak yang sudah bersengketa selama 21 tahun bersepakat untuk berdamai. Kesepakatan berdamai ini pun dituangkan dalam akta perdamaian yang dibuat di hadapan notaris Nancy Angelina Maria Tulung, SH MKn.
Sengketa sebelumnya melibatkan 147 kepala keluarga diwakili oleh 10 warga yang menandatangani akta perdamaian dimaksud. 10 perwakilan warga tersebut yaitu Sonny Nelson Woba, Ridel Metusallach, Oly Woba, Deby Thelma Sampow, Wempie Wolter F Mononimbar, Hibor Medaluun Ruung, Nelson Lesi, Victoria Ulipi, Winndy Itje Tampi, serta Leindrach Maasawe Poeloe.
Kemudian, dari pihak kedua yang bertindak atas nama PT Ciputra Internasional yakni Dewi Rompas dan Sindy Rini Margaretha Imbang. Keduanya menerima surat kuasa khusus Nomor: 059/HH-NJS/ap/V/2023-SK/CI tertanggal 16 Mei 2023, untuk mengurus serta melakukan tindakan hukum yang diperlukan guna terjadinya kesepakatan perdamaian.
“Pihak pertama yakni warga yang diwakili Sonny Nelson Woba cs menyatakan dalam akta perdamaian bahwa mereka secara terang dan sadar, tidak ada paksaan dari pihak mana pun,” kata Sonny
Doan Tagah SH, kuasa Hukum PT Ciputra Internasional menuturkan dalam kesepakatan tersebut terungkap bahwa eks penggarap HGB 70 menyadari PT Ciputra Internasional alias Citraland Manado sebenarnya bukan pihak yang berperkara. Dua pihak berperkara sebenarnya Bank Pinaesaan sebagai penggugat dan 147 KK sebagai tergugat.
“Sebagai wujud kesepakatan dua belah pihak yang juga tertuang dalam akta perdamaian, maka PT Ciputra Internasional memberikan uang kompensasi kepada warga eks penggarap lahan HGB 70 Tahun 1994 sebesar Rp 2,5 miliar,” imbuh Doan.
Doan menambahkan manajemen PT Ciputra Internasional akan mengumumkan secara resmi penyelesaian damai bersama eks penggarap HGB 70 termasuk pembayaran kompensasi.
“Secara teknis nanti tim kerja yang terdiri dari 10 orang dan dipimpin Bapak Sonny Woba akan membagi hak kompensasi kepada warga. Silakan bawa KTP, temui Sonny Woba,” kata dia.
Diketahui, warga bekas Kampung Winangun yang dikoordinir Sonny Woba sempat melayangkan permohonan eksekusi di Pengadilan Negeri Manado. Hanya saja tidak bisa dipenuhi, karena PT Ciputra Internasional (Citraland Manado) bukan pihak yang bersengketa atau turut tergugat dalam semua amar putusan berbagai tingkatan pengadilan.
Lebih lanjut dijelaskan, sengketa tanah itu antara warga bekas Kampung Winangun melawan Bank Pinaesaan dan turut tergugat PT Bumigraha Adikara.
Dia juga mengatakan Citraland sebenarnya memperoleh hak atas tanah tersebut bukan dengan cara inprosedural. Citraland adalah pembeli yang beritikad baik, yakni manajemen Citraland membeli secara resmi dari lelang Negara dilakukan Tim Likuidasi Bank Pinaesaan yang dibentuk Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan RI.
Dalam artian, transaksi jual-beli, Citraland tidak bersentuhan langsung dengan Bank Pinaesaan, PT Bumigraha Adikara dan 147 KK warga bekas Kampung Winangun.
“Klien kami adalah pembeli yang beritikad baik, perolehan hak atas ex SHGB 70/Winangun melalui mekanisme lelang Negara,” imbuhnya.
“Itu dilindungi undang-undang dan diatur dalam Peraturan Pemerintah. Klien kami tidak sembarangan, kalau salah tentu Negara tidak melelang jaminan aset Bank Pinaesaan yang dilikuidasi,” sambung Doan.
Kepala Pengadilan Negeri Manado Muh. Alfi Sahrin Usup SH MH menyampaikan proses peradilan terkait kasus eks Penggarap Winangun sudah selesai. “Semoga setelah proses ini sudah tidak adalagi proses gugat menggugat terlebih secara prinsip semua laporan peradilan terkait kasus tersebut akan dicabut,” ucapnya.
Ucapan Kepala Pengadilan Negeri Manado ini diiyakan Doan Tagah. Menurutnya semua bentuk gugatan akan dicabut karena kasusnya telah selesai.
(RTG)